Daftar Blog Saya

Selasa, 02 Juni 2015

Pola Bimbingan Keagamaan Terhadap Penyimpangan Seksual

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Masalah sosial (social problems) muncul sebagai penyakit modern dan menghantui setiap orang, misalnya adalah tindak kekerasan yang dehumanistik, penjarahan, rasa aman yang sangat jauh dari sisi kehidupan manusia, pelecehan dan penyimpangan seksual yang semakin transparan (Haryanto, 2003: 2).
Perilaku seks merupakan problem sepanjang zaman, yang muncul berpangkal dari potensi dasar kemanusiaan yang tidak direalisasikan melalui jalur-jalur yang relevan baik dalam perspektif moralitas maupun humanistis. Realisasi naluri yang salah pada akhirnya akan menimbulkan problem kemanusiaan tersendiri yang perlu dicari solusinya. Merebaknya penyakit kelamin seperti sipilis, AIDS, dan meningkatnya kasus homo seksual, lesbian,  serta maraknya kasus free seks, merupakan indikasi semakin banyaknya problem kemanusiaan yang terkait dengan naluri seks yang dapat mengancam peradaban manusia (Ismail SM. Dkk., 2000: 168). Islam sebagai agama fitrah juga memandang seksualitas sebagai suatu aspek kehidupan manusia yang sangat penting, karena banyak mempengaruhi kehidupan manusia. Bahkan Allah menciptakan manusia dengan dilengkapi nafsu seksual atau syahwat, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 14:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
 "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-    apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Al-Imron: 14)(Departemen Agama RI, 2000: 40).

Sabda Rasulullah Saw:
حَدّثنا أبو بكر بن أبى شيبة حدثنا زيد بن الحباب عن الضحاك بن عثمان قال أخبرني زيد بن أسلم عن عبد الرحمن بن أبي سعيد الخدري عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لا ينظر الرجل إلى عورة الرجل ولا المرأة إلى عورة المرأة ولا يفضى الرجل إلى الرجل فى ثوب واحد ولا تفضى المرأة إلى المرأة في الثوب الواحد. (رواه مسلم)


 "Telah mengabarkan kepada kami dari Abu Bakr bin Abi Syaibah dari Zaid bin al-Hubab dari al-Dhuhak bin Usman dari Zaid bin Aslam dari Abdurrahman bin Abi Sa’id Al Khudry dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda: Seorang lelaki tidak boleh memandang aurat lelaki lain; seorang perempuan tidak boleh melihat pada aurat perempuan lain; seorang lelaki tidak boleh mendatangi lelaki lain (berbaring bersama) dalam satu pakaian; dan seorang perempuan tidak boleh mendatangi perempuan lain dalam satu pakaian" (HR. Muslim)(Muslim, t.th: 183).

Seks hendaknya dipandang sebagai karunia Tuhan untuk dinikmati, bukan dosa yang kotor dan jahat, tetapi sebagaimana karunia Tuhan yang lain, seks juga bisa dikotori dan dibuat jahat. Yang penting adalah menikmati seks dalam batas-batas aturan yang ada (Sarwono, 1982: 51). Demikian halnya Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam yang juga membicarakan masalah seks dan memandangnya sebagai kecenderungan fitri dan bukan merupakan perasaan dosa di dalam diri manusia.
Hampir semua manusia beradab, berpendapat bahwa perlu adanya regulasi atau pengaturan terhadap penyelenggaraan hubungan seks dengan peraturan-peraturan tertentu. Sebab dorongan seks itu begitu dahsyat dan besar pengaruhnya terhadap manusia, bagaikan nyala api yang berkobar. Api itu bisa bermanfaat bagi manusia, akan tetapi dapat juga menghancur lumatkan peradaban manusiawi. Demikian pula seks itu, bisa membangun kepribadian akan tetapi juga bisa menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan. Hal ini dibuktikan oleh sejarah peradaban manusia sepanjang zaman (Kartono, 2003: 196-197).
Variasi dari regulasi penyelenggaraan seks bisa kita lihat pada tradisi-tradisi seksual  bangsa-bangsa primitif di bagian-bagian dunia kita yang berbeda-beda. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi, terjadilah banyak perubahan sosial yang serba cepat pada hampir semua kebudayaan manusia. Perubahan sosial tersebut mempengaruhi kebiasaan hidup manusia, sekaligus mempengaruhi pola-pola seks yang konvensional. Maka pelaksanaan seks itu banyak dipengaruhi oleh penyebab dari perubahan sosial, antara lain oleh: urbanisasi, mekanisasi, alat kontrasepsi, lamanya pendidikan, demokratisasi fungsi wanita dalam masyarakat, dan modernisasi. Sebagai efek samping daripadanya, ada kalanya terjadi proses “outrailing” (keluar dari rel) pola-pola seks yaitu keluar dari jalur-jalur konvensional kebudayaan. Pola seks itu lalu dibuat menjadi hypermodern dan radikal, sehingga bertentangan dengan sistem regulasi seks yang konvensional, menjadi seks bebas dan cinta bebas yang tidak ada bedanya dengan pelacuran. Pada hakikatnya, dalam eksesivitas (sangat banyak) seks bebas itu sama dengan promiskuitas atau campur aduk seksual tanpa aturan, alias pelacuran (Kartono, 2003: 197).
Perilaku seksual yang menyimpang jelas merupakan substansi dari relasi kelamin hetero seksual yang biasanya bersifat kompulsif, dan tegar menetap. Karena itu disfungsi seksual dan penyimpangan seksual itu merupakan suatu aspek gangguan kepribadian dan penyakit neurosis yang umum (Kartono, 1989: 227). Sebenarnya faktor-faktor yang menimbulkan kemerosotan moral dalam masyarakat modern sangatlah banyak, diantaranya adalah kurang tertanamkannya pendidikan agama dalam hati tiap-tiap orang dan tidak dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari baik oleh individu maupun masyarakat (Daradjat, 1980: 65).
Sebagaimana dimaklumi bahwa Islam sebagai agama yang ajarannya dapat memberikan ketenangan batin pada manusia. Ajaran yang demikian ini perlu dijelaskan dengan dakwah yang sesuai dengan kondisi kemanusiaan yang sedang dihadapi, lebih-lebih terhadap orang-orang yang sedang mengalami problema kehidupan yang semakin hari semakin banyak dirasakan oleh masyarakat akibat perubahan zaman yang cepat serta perubahan yang tidak sesuai dengan norma agama dan norma sosial yang berlaku.
Pada dasarnya potensi keagamaan yang dimiliki seseorang harus dikembangkan dan dibina melalui bimbingan sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan kata lain Bimbingan dan Penyuluhan Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka mengembangkan aspek-aspek yang ada dalam diri seseorang, khususnya aspek keagamaan. Oleh karena itu sasaran yang ingin dicapai dengan bimbingan adalah memanusiakan manusia, baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial, maupun sebagai makhluk Allah (yang ber-Tuhan). Dengan kata lain bahwa bimbingan bertujuan untuk membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Suka atau tidak, harus diakui bahwa penyelewengan seksual semakin mudah terjadi di masyarakat. Seperti penyimpangan seksual yang terjadi di Dukuhseti kabupaten Pati.  Hal ini perlu adanya penanganan yang serius. 


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan seksual diantaranya
adalah: 
pertama, mitos. Dalam masyarakat berkembang mitos jika seseorang mempunyai adik yang “tidak laku-laku”, maka akan digauli sendiri. Dan mitos ini menjadi sebuah pelestarian dalam masyarakat. Kedua, faktor budaya. Budaya ini merupakan pertentangan antara epik dan emik. Konon ada orang Portugis yang melaut bertemu dengan para gundik yang kemudian dikomersialkan. Ketiga, faktor komersialisasi. Faktor komersialisasi sifatnya terbuka dan tertutup. Yang terbuka berada di desa Banyu Towo, sedangkan yang tertutup bersifat fulgar yang terjadi karena bujukan dari suami dan ada yang sifatnya “malu-malu kucing”.


Fitria, S.Sos.I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar