BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Masalah sosial (social problems) muncul sebagai
penyakit modern dan menghantui setiap orang, misalnya adalah tindak kekerasan
yang dehumanistik, penjarahan, rasa aman yang sangat jauh dari sisi kehidupan
manusia, pelecehan dan penyimpangan seksual yang semakin transparan (Haryanto,
2003: 2).
Perilaku seks merupakan problem sepanjang zaman, yang
muncul berpangkal dari potensi dasar kemanusiaan yang tidak direalisasikan
melalui jalur-jalur yang relevan baik dalam perspektif moralitas maupun
humanistis. Realisasi naluri yang salah pada akhirnya akan menimbulkan problem
kemanusiaan tersendiri yang perlu dicari solusinya. Merebaknya penyakit kelamin
seperti sipilis, AIDS, dan meningkatnya kasus homo seksual, lesbian,
serta maraknya kasus free seks, merupakan indikasi semakin banyaknya problem
kemanusiaan yang terkait dengan naluri seks yang dapat mengancam peradaban
manusia (Ismail SM. Dkk., 2000: 168). Islam sebagai agama fitrah juga memandang
seksualitas sebagai suatu aspek kehidupan manusia yang sangat penting, karena
banyak mempengaruhi kehidupan manusia. Bahkan Allah menciptakan manusia dengan
dilengkapi nafsu seksual atau syahwat, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat
14:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ
النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ
مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
"Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa- apa yang diingini, yaitu
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Al-Imron: 14)(Departemen
Agama RI, 2000: 40).
Sabda
Rasulullah Saw:
حَدّثنا أبو بكر بن أبى شيبة حدثنا زيد بن الحباب عن الضحاك بن عثمان
قال أخبرني زيد بن أسلم عن عبد الرحمن بن أبي سعيد الخدري عن أبيه أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم قال لا ينظر الرجل إلى عورة الرجل ولا المرأة إلى عورة المرأة
ولا يفضى الرجل إلى الرجل فى ثوب واحد ولا تفضى المرأة إلى المرأة في الثوب
الواحد. (رواه مسلم)
"Telah mengabarkan kepada kami dari
Abu Bakr bin Abi Syaibah dari Zaid bin al-Hubab dari al-Dhuhak bin Usman dari
Zaid bin Aslam dari Abdurrahman bin Abi Sa’id Al Khudry dari ayahnya, bahwa
Rasulullah Saw pernah bersabda: Seorang lelaki tidak boleh memandang aurat
lelaki lain; seorang perempuan tidak boleh melihat pada aurat perempuan lain;
seorang lelaki tidak boleh mendatangi lelaki lain (berbaring bersama) dalam
satu pakaian; dan seorang perempuan tidak boleh mendatangi perempuan lain dalam
satu pakaian" (HR.
Muslim)(Muslim, t.th: 183).
Seks hendaknya dipandang sebagai karunia Tuhan untuk
dinikmati, bukan dosa yang kotor dan jahat, tetapi sebagaimana karunia Tuhan
yang lain, seks juga bisa dikotori dan dibuat jahat. Yang penting adalah
menikmati seks dalam batas-batas aturan yang ada (Sarwono, 1982: 51). Demikian
halnya Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam yang juga membicarakan
masalah seks dan memandangnya sebagai kecenderungan fitri dan bukan merupakan
perasaan dosa di dalam diri manusia.
Hampir semua manusia beradab, berpendapat bahwa perlu
adanya regulasi atau pengaturan terhadap penyelenggaraan hubungan seks dengan
peraturan-peraturan tertentu. Sebab dorongan seks itu begitu dahsyat dan besar
pengaruhnya terhadap manusia, bagaikan nyala api yang berkobar. Api itu bisa
bermanfaat bagi manusia, akan tetapi dapat juga menghancur lumatkan peradaban
manusiawi. Demikian pula seks itu, bisa membangun kepribadian akan tetapi juga
bisa menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan. Hal ini dibuktikan oleh sejarah
peradaban manusia sepanjang zaman (Kartono, 2003: 196-197).
Variasi dari regulasi penyelenggaraan seks bisa kita
lihat pada tradisi-tradisi seksual bangsa-bangsa primitif di
bagian-bagian dunia kita yang berbeda-beda. Dengan semakin pesatnya
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi, terjadilah banyak
perubahan sosial yang serba cepat pada hampir semua kebudayaan manusia.
Perubahan sosial tersebut mempengaruhi kebiasaan hidup manusia, sekaligus
mempengaruhi pola-pola seks yang konvensional. Maka pelaksanaan seks itu banyak
dipengaruhi oleh penyebab dari perubahan sosial, antara lain oleh: urbanisasi,
mekanisasi, alat kontrasepsi, lamanya pendidikan, demokratisasi fungsi wanita
dalam masyarakat, dan modernisasi. Sebagai efek samping daripadanya, ada
kalanya terjadi proses “outrailing” (keluar dari rel) pola-pola seks
yaitu keluar dari jalur-jalur konvensional kebudayaan. Pola seks itu lalu
dibuat menjadi hypermodern dan radikal, sehingga bertentangan dengan sistem
regulasi seks yang konvensional, menjadi seks bebas dan cinta bebas yang tidak
ada bedanya dengan pelacuran. Pada hakikatnya, dalam eksesivitas (sangat
banyak) seks bebas itu sama dengan promiskuitas atau campur aduk seksual tanpa
aturan, alias pelacuran (Kartono, 2003: 197).
Perilaku seksual yang menyimpang jelas merupakan
substansi dari relasi kelamin hetero seksual yang biasanya bersifat kompulsif,
dan tegar menetap. Karena itu disfungsi seksual dan penyimpangan seksual itu
merupakan suatu aspek gangguan kepribadian dan penyakit neurosis yang umum
(Kartono, 1989: 227). Sebenarnya faktor-faktor yang menimbulkan kemerosotan
moral dalam masyarakat modern sangatlah banyak, diantaranya adalah kurang
tertanamkannya pendidikan agama dalam hati tiap-tiap orang dan tidak
dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari baik oleh individu maupun
masyarakat (Daradjat, 1980: 65).
Sebagaimana dimaklumi bahwa Islam sebagai agama yang
ajarannya dapat memberikan ketenangan batin pada manusia. Ajaran yang demikian
ini perlu dijelaskan dengan dakwah yang sesuai dengan kondisi kemanusiaan yang
sedang dihadapi, lebih-lebih terhadap orang-orang yang sedang mengalami
problema kehidupan yang semakin hari semakin banyak dirasakan oleh masyarakat
akibat perubahan zaman yang cepat serta perubahan yang tidak sesuai dengan
norma agama dan norma sosial yang berlaku.
Pada dasarnya potensi keagamaan yang dimiliki
seseorang harus dikembangkan dan dibina melalui bimbingan sehingga dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan kata
lain Bimbingan dan Penyuluhan Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam
rangka mengembangkan aspek-aspek yang ada dalam diri seseorang, khususnya aspek
keagamaan. Oleh karena itu sasaran yang ingin dicapai dengan bimbingan adalah
memanusiakan manusia, baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial, maupun
sebagai makhluk Allah (yang ber-Tuhan). Dengan kata lain bahwa bimbingan
bertujuan untuk membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya
agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Suka atau tidak, harus diakui bahwa penyelewengan seksual semakin mudah terjadi di masyarakat. Seperti penyimpangan seksual yang terjadi di Dukuhseti kabupaten Pati. Hal ini perlu adanya penanganan yang serius.
Fitria, S.Sos.I
Suka atau tidak, harus diakui bahwa penyelewengan seksual semakin mudah terjadi di masyarakat. Seperti penyimpangan seksual yang terjadi di Dukuhseti kabupaten Pati. Hal ini perlu adanya penanganan yang serius.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan
seksual diantaranya
adalah: pertama, mitos. Dalam masyarakat berkembang mitos jika seseorang mempunyai adik yang “tidak laku-laku”, maka akan digauli sendiri. Dan mitos ini menjadi sebuah pelestarian dalam masyarakat. Kedua, faktor budaya. Budaya ini merupakan pertentangan antara epik dan emik. Konon ada orang Portugis yang melaut bertemu dengan para gundik yang kemudian dikomersialkan. Ketiga, faktor komersialisasi. Faktor komersialisasi sifatnya terbuka dan tertutup. Yang terbuka berada di desa Banyu Towo, sedangkan yang tertutup bersifat fulgar yang terjadi karena bujukan dari suami dan ada yang sifatnya “malu-malu kucing”.
adalah: pertama, mitos. Dalam masyarakat berkembang mitos jika seseorang mempunyai adik yang “tidak laku-laku”, maka akan digauli sendiri. Dan mitos ini menjadi sebuah pelestarian dalam masyarakat. Kedua, faktor budaya. Budaya ini merupakan pertentangan antara epik dan emik. Konon ada orang Portugis yang melaut bertemu dengan para gundik yang kemudian dikomersialkan. Ketiga, faktor komersialisasi. Faktor komersialisasi sifatnya terbuka dan tertutup. Yang terbuka berada di desa Banyu Towo, sedangkan yang tertutup bersifat fulgar yang terjadi karena bujukan dari suami dan ada yang sifatnya “malu-malu kucing”.
Fitria, S.Sos.I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar