Daftar Blog Saya

Selasa, 02 Juni 2015

Pengaruh Intensitas Bimbingan dan Konseling Islam Terhadap Tingkat Kanakalan Remaja

BAB I

PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

Kondisi Kemasyarakatan yang terjadi sekarang ini di berbagai belahan dunia baik di negara-negara yang sudah maju atau yang sudah berkembang apalagi negara yang sudah tertinggal, sangat memprihatikan. Berbagai kejanggalan yang terjadi memunculkan satu pertanyaan yang jika tidak dicermati dengan benar, akan sulit menjawabnya. Fenomena bunuh diri di kalangan orang kaya yang secara materiil tidak kekurangan, penyakit mental (stress), problematika rumah tangga, obat-obatan terlarang, abnormalisme seksual, tindak kriminal, anarkisme, dan lain sebagainya, merupakan suatu problematika yang baru dicari jalan keluarnya.  
Sebagai dampak modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kondisi sosial kemasyarakatan yang terjadi sekarang ini di berbagai belahan dunia baik di negara-negara yang sudah maju atau yang sedang berkembang sangat memprihatikan.
Moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Salah satu kenyataan di Indonesia sekarang ini adalah adanya gejala kemerosotan moral bangsa secara tajam. Kemerosotan moral tersebut bukan hanya pada orang tua akan tetapi sudah merambat pada generasi muda yang diharapkan untuk meneruskan perjuangan bangsa (Darajat, 1976;8).
Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan (transisi) mulai dari masa kanak-kanak menuju dewasa,  oleh sebab itu masa ini sering terjadi kegoncang-kegoncangan sebagai akibat dari belum siapnya mereka menerima nilai-nilai baru dalam rangka mencapai kedewasaan. Hal ini dapat dilihat dari tingkah laku remaja sehari-hari baik dirumah, disekolah, maupun dilingkungan masyarakat (Willz, 1981;19).
Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang amat menarik perhatian, terutama bagi ibu-ibu yang setiap hari menghadapi anak-anak yang membutuhkan pendidikan. Banyak ibu –ibu yang mengeluh apabila melihat hasil didikannya kurang menggembirakan. Banyak pula ibu yang kebingungan, tak tahu bagaimana menghadapi anak yang rewel, keras hati, keras kapala, nakal, sukar diatur waktu malam, tidur atau bermainnya. Bahkan ada ibu yang merasa sedih, karena anaknya sering sakit, lekas masuk angin, pertumbuhannya lambat, baik fisik maupun mental.
Tidak selamanya orang mampu menghadapi kesukaran yang menimpanya. Maka perlu adanya suatu bimbingan dan penyuluhan agama yang dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan dan kecaman-kecaman yang dialami oleh masyarakat remaja maupun anak-anak. Lebih-lebih anak-anak yang mengalami kelainan bentuk fisik sangat diperlukan penanganan secara khusus.
Anak-anak yang mempunyai cacat pada badannya dan menyadari ketunaannya pada umumnya merasa malu dan sangat menderita batinnya. Harapan mereka terasa gelap dalam menjalani hidup, mereka merasa rendah diri penuh ketakutan dan keragu-raguan. Dengan kondisi sistem syarafnya dalam keadaan tegang secara terus menerus, mereka selalu merasa gagal dalam usahanya, percaya dirinya kurang, kondisi ini sering mematahkan semangatnya, sehingga sangat perlu adanya bimbingan dalam penyuluhan agama secara intensif (Kartoni,Andari, 1989;74).
Pada usia remaja, wawasan sosial putra dan putri bertambah luas melampui batas-batas keluarga dan sejenisnya. Hal tersebut menimbulkan persoalan baru baginya. Dalam waktu ini remaja mengalami perubahan perubahan.pada dirinya terbentuk siksp-sikap baru baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Dalam pandangan masyarakat, remaja masih kanak-kanak, bahkan diharapkan ia memainkan peran sosial yang berbeda, ia menemukan orang-orang dewasa, yang bukan keluarganya, namun ia harus bergaul dengan mereka (Remmers dan Hackett, 1984; 37). Ruang lingkup teman sebayanya juga meningkat. Terbentuk pula adanya kecenderungan kepada teman lain jenis.
Boleh jadi sebagian persoalan yang dipelajari oleh para remaja itu terjadi dengan jalan meniru teman-temannya dan orang dewasa yang dikenalnya, dan mereka mempelajari pola-pola tingkah laku melalui cara perlakuan kawan-kawannya dan perlakuan orang lain. Pada masa remaja khususnya mereka tertarik akan kelakuan teman-temannya dan ia meniru kelakuan mereka (Remmers dan Hackett, 1984;39).
Permulaan hidupnya, mungkin remaja menikmati suasana yang dapat memenuhi kebutuhannya dan mungkin pula tidak, atau di lingkungan itu dia terhalang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Dalam menghadapi rintangan-rintangan itu terjadilah berbagai cara penyesuaian diri. Biasanya cara-cara itu kurang wajar seperti malas, emosi, mencuri, berdusta, menipu, merokok, pura-pura sakit, menentang, melakukan hubungan seks, dan sebagainya, dimana  cara-cara kompensasi atau pembelaan, yang idenya diambil dari lingkungan. Mungkin saja lingkungan tempat sanak menemukan ide tersebut, adalah lingkungan yang menekan atau sebangsanya (El-Quussy, 1974;285).
Dalam pada itu perlu ditegaskan bahwa masalah yang menjadi obyek garapan bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah psikologis, bukan masalah-masalah fisik. Masalah fisik ini diserahkan kepada bidang yang relevan, misalnya kedokteran. Jadi, dalam kasus tertentu yang melibatkan fisik, terlebih dahulu ditangani fisiknya oleh kedokteran, baru kemudian masalah psikologinya ditangani konseling (Faqih, 2004;3).
Bimbingan Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Dengan demikian bimbingan islami merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran islam, artinya berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah Rasul (Faqih;2004;4).
Konseling adalah suatu proses interaksi yang (a) terjadi antara dua orang yang disebut konselor dan klien, (b). Terjadi dalam situasi yang bersifat pribadi ( proposional), (c). diciptakan dan dibina sebagai suatu cara untuk memudahkan terjadinya perubahan-perubahan tingkah laku klien, sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan kebutuhannya. Hubungan konseling timbul dari adanya interaksi antara dua orang individu, yang seorang adalah petugas yang terlatih (profesional), dan yang lainnya adalah orang yang memerlukan bantuan (klien) (Sukardi, 1985;14).
Dilihat dari pengertian yang demikian itu, hendaknya sekolah didalam melaksanakan program bimbingan dan konseling, menugaskan konselor yang telah mendapatkan latihan yang professional dalam bidangnya. Jadi konseling di sekolah haruslah dibantu oleh staf yang telah memperoleh latihan secara professional dengan tidak meninggalkan dasar ajaran Islam yang berlandaskan ajaran Al Qur’an dan sunah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber dari segala pedoman kehidupan umat Islam.
Pemberian Bimbingan dan Konseling Islam (untuk selanjutnya disingkat dengan BKI) juga diterapkan di sekolah yang  pada umumnya memberikan pelajaran tentang Pendidikan Agama Islam. 


Muhlisin, S.Sos.I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar