Daftar Blog Saya

Selasa, 02 Juni 2015

Pola Bimbingan Keagamaan Terhadap Penyimpangan Seksual

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Masalah sosial (social problems) muncul sebagai penyakit modern dan menghantui setiap orang, misalnya adalah tindak kekerasan yang dehumanistik, penjarahan, rasa aman yang sangat jauh dari sisi kehidupan manusia, pelecehan dan penyimpangan seksual yang semakin transparan (Haryanto, 2003: 2).
Perilaku seks merupakan problem sepanjang zaman, yang muncul berpangkal dari potensi dasar kemanusiaan yang tidak direalisasikan melalui jalur-jalur yang relevan baik dalam perspektif moralitas maupun humanistis. Realisasi naluri yang salah pada akhirnya akan menimbulkan problem kemanusiaan tersendiri yang perlu dicari solusinya. Merebaknya penyakit kelamin seperti sipilis, AIDS, dan meningkatnya kasus homo seksual, lesbian,  serta maraknya kasus free seks, merupakan indikasi semakin banyaknya problem kemanusiaan yang terkait dengan naluri seks yang dapat mengancam peradaban manusia (Ismail SM. Dkk., 2000: 168). Islam sebagai agama fitrah juga memandang seksualitas sebagai suatu aspek kehidupan manusia yang sangat penting, karena banyak mempengaruhi kehidupan manusia. Bahkan Allah menciptakan manusia dengan dilengkapi nafsu seksual atau syahwat, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 14:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
 "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-    apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Al-Imron: 14)(Departemen Agama RI, 2000: 40).

Sabda Rasulullah Saw:
حَدّثنا أبو بكر بن أبى شيبة حدثنا زيد بن الحباب عن الضحاك بن عثمان قال أخبرني زيد بن أسلم عن عبد الرحمن بن أبي سعيد الخدري عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لا ينظر الرجل إلى عورة الرجل ولا المرأة إلى عورة المرأة ولا يفضى الرجل إلى الرجل فى ثوب واحد ولا تفضى المرأة إلى المرأة في الثوب الواحد. (رواه مسلم)


 "Telah mengabarkan kepada kami dari Abu Bakr bin Abi Syaibah dari Zaid bin al-Hubab dari al-Dhuhak bin Usman dari Zaid bin Aslam dari Abdurrahman bin Abi Sa’id Al Khudry dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda: Seorang lelaki tidak boleh memandang aurat lelaki lain; seorang perempuan tidak boleh melihat pada aurat perempuan lain; seorang lelaki tidak boleh mendatangi lelaki lain (berbaring bersama) dalam satu pakaian; dan seorang perempuan tidak boleh mendatangi perempuan lain dalam satu pakaian" (HR. Muslim)(Muslim, t.th: 183).

Seks hendaknya dipandang sebagai karunia Tuhan untuk dinikmati, bukan dosa yang kotor dan jahat, tetapi sebagaimana karunia Tuhan yang lain, seks juga bisa dikotori dan dibuat jahat. Yang penting adalah menikmati seks dalam batas-batas aturan yang ada (Sarwono, 1982: 51). Demikian halnya Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam yang juga membicarakan masalah seks dan memandangnya sebagai kecenderungan fitri dan bukan merupakan perasaan dosa di dalam diri manusia.
Hampir semua manusia beradab, berpendapat bahwa perlu adanya regulasi atau pengaturan terhadap penyelenggaraan hubungan seks dengan peraturan-peraturan tertentu. Sebab dorongan seks itu begitu dahsyat dan besar pengaruhnya terhadap manusia, bagaikan nyala api yang berkobar. Api itu bisa bermanfaat bagi manusia, akan tetapi dapat juga menghancur lumatkan peradaban manusiawi. Demikian pula seks itu, bisa membangun kepribadian akan tetapi juga bisa menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan. Hal ini dibuktikan oleh sejarah peradaban manusia sepanjang zaman (Kartono, 2003: 196-197).
Variasi dari regulasi penyelenggaraan seks bisa kita lihat pada tradisi-tradisi seksual  bangsa-bangsa primitif di bagian-bagian dunia kita yang berbeda-beda. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi, terjadilah banyak perubahan sosial yang serba cepat pada hampir semua kebudayaan manusia. Perubahan sosial tersebut mempengaruhi kebiasaan hidup manusia, sekaligus mempengaruhi pola-pola seks yang konvensional. Maka pelaksanaan seks itu banyak dipengaruhi oleh penyebab dari perubahan sosial, antara lain oleh: urbanisasi, mekanisasi, alat kontrasepsi, lamanya pendidikan, demokratisasi fungsi wanita dalam masyarakat, dan modernisasi. Sebagai efek samping daripadanya, ada kalanya terjadi proses “outrailing” (keluar dari rel) pola-pola seks yaitu keluar dari jalur-jalur konvensional kebudayaan. Pola seks itu lalu dibuat menjadi hypermodern dan radikal, sehingga bertentangan dengan sistem regulasi seks yang konvensional, menjadi seks bebas dan cinta bebas yang tidak ada bedanya dengan pelacuran. Pada hakikatnya, dalam eksesivitas (sangat banyak) seks bebas itu sama dengan promiskuitas atau campur aduk seksual tanpa aturan, alias pelacuran (Kartono, 2003: 197).
Perilaku seksual yang menyimpang jelas merupakan substansi dari relasi kelamin hetero seksual yang biasanya bersifat kompulsif, dan tegar menetap. Karena itu disfungsi seksual dan penyimpangan seksual itu merupakan suatu aspek gangguan kepribadian dan penyakit neurosis yang umum (Kartono, 1989: 227). Sebenarnya faktor-faktor yang menimbulkan kemerosotan moral dalam masyarakat modern sangatlah banyak, diantaranya adalah kurang tertanamkannya pendidikan agama dalam hati tiap-tiap orang dan tidak dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari baik oleh individu maupun masyarakat (Daradjat, 1980: 65).
Sebagaimana dimaklumi bahwa Islam sebagai agama yang ajarannya dapat memberikan ketenangan batin pada manusia. Ajaran yang demikian ini perlu dijelaskan dengan dakwah yang sesuai dengan kondisi kemanusiaan yang sedang dihadapi, lebih-lebih terhadap orang-orang yang sedang mengalami problema kehidupan yang semakin hari semakin banyak dirasakan oleh masyarakat akibat perubahan zaman yang cepat serta perubahan yang tidak sesuai dengan norma agama dan norma sosial yang berlaku.
Pada dasarnya potensi keagamaan yang dimiliki seseorang harus dikembangkan dan dibina melalui bimbingan sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan kata lain Bimbingan dan Penyuluhan Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka mengembangkan aspek-aspek yang ada dalam diri seseorang, khususnya aspek keagamaan. Oleh karena itu sasaran yang ingin dicapai dengan bimbingan adalah memanusiakan manusia, baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial, maupun sebagai makhluk Allah (yang ber-Tuhan). Dengan kata lain bahwa bimbingan bertujuan untuk membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Suka atau tidak, harus diakui bahwa penyelewengan seksual semakin mudah terjadi di masyarakat. Seperti penyimpangan seksual yang terjadi di Dukuhseti kabupaten Pati.  Hal ini perlu adanya penanganan yang serius. 


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan seksual diantaranya
adalah: 
pertama, mitos. Dalam masyarakat berkembang mitos jika seseorang mempunyai adik yang “tidak laku-laku”, maka akan digauli sendiri. Dan mitos ini menjadi sebuah pelestarian dalam masyarakat. Kedua, faktor budaya. Budaya ini merupakan pertentangan antara epik dan emik. Konon ada orang Portugis yang melaut bertemu dengan para gundik yang kemudian dikomersialkan. Ketiga, faktor komersialisasi. Faktor komersialisasi sifatnya terbuka dan tertutup. Yang terbuka berada di desa Banyu Towo, sedangkan yang tertutup bersifat fulgar yang terjadi karena bujukan dari suami dan ada yang sifatnya “malu-malu kucing”.


Fitria, S.Sos.I

Pengaruh Intensitas Bimbingan dan Konseling Islam Terhadap Tingkat Kanakalan Remaja

BAB I

PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

Kondisi Kemasyarakatan yang terjadi sekarang ini di berbagai belahan dunia baik di negara-negara yang sudah maju atau yang sudah berkembang apalagi negara yang sudah tertinggal, sangat memprihatikan. Berbagai kejanggalan yang terjadi memunculkan satu pertanyaan yang jika tidak dicermati dengan benar, akan sulit menjawabnya. Fenomena bunuh diri di kalangan orang kaya yang secara materiil tidak kekurangan, penyakit mental (stress), problematika rumah tangga, obat-obatan terlarang, abnormalisme seksual, tindak kriminal, anarkisme, dan lain sebagainya, merupakan suatu problematika yang baru dicari jalan keluarnya.  
Sebagai dampak modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kondisi sosial kemasyarakatan yang terjadi sekarang ini di berbagai belahan dunia baik di negara-negara yang sudah maju atau yang sedang berkembang sangat memprihatikan.
Moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Salah satu kenyataan di Indonesia sekarang ini adalah adanya gejala kemerosotan moral bangsa secara tajam. Kemerosotan moral tersebut bukan hanya pada orang tua akan tetapi sudah merambat pada generasi muda yang diharapkan untuk meneruskan perjuangan bangsa (Darajat, 1976;8).
Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan (transisi) mulai dari masa kanak-kanak menuju dewasa,  oleh sebab itu masa ini sering terjadi kegoncang-kegoncangan sebagai akibat dari belum siapnya mereka menerima nilai-nilai baru dalam rangka mencapai kedewasaan. Hal ini dapat dilihat dari tingkah laku remaja sehari-hari baik dirumah, disekolah, maupun dilingkungan masyarakat (Willz, 1981;19).
Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang amat menarik perhatian, terutama bagi ibu-ibu yang setiap hari menghadapi anak-anak yang membutuhkan pendidikan. Banyak ibu –ibu yang mengeluh apabila melihat hasil didikannya kurang menggembirakan. Banyak pula ibu yang kebingungan, tak tahu bagaimana menghadapi anak yang rewel, keras hati, keras kapala, nakal, sukar diatur waktu malam, tidur atau bermainnya. Bahkan ada ibu yang merasa sedih, karena anaknya sering sakit, lekas masuk angin, pertumbuhannya lambat, baik fisik maupun mental.
Tidak selamanya orang mampu menghadapi kesukaran yang menimpanya. Maka perlu adanya suatu bimbingan dan penyuluhan agama yang dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan dan kecaman-kecaman yang dialami oleh masyarakat remaja maupun anak-anak. Lebih-lebih anak-anak yang mengalami kelainan bentuk fisik sangat diperlukan penanganan secara khusus.
Anak-anak yang mempunyai cacat pada badannya dan menyadari ketunaannya pada umumnya merasa malu dan sangat menderita batinnya. Harapan mereka terasa gelap dalam menjalani hidup, mereka merasa rendah diri penuh ketakutan dan keragu-raguan. Dengan kondisi sistem syarafnya dalam keadaan tegang secara terus menerus, mereka selalu merasa gagal dalam usahanya, percaya dirinya kurang, kondisi ini sering mematahkan semangatnya, sehingga sangat perlu adanya bimbingan dalam penyuluhan agama secara intensif (Kartoni,Andari, 1989;74).
Pada usia remaja, wawasan sosial putra dan putri bertambah luas melampui batas-batas keluarga dan sejenisnya. Hal tersebut menimbulkan persoalan baru baginya. Dalam waktu ini remaja mengalami perubahan perubahan.pada dirinya terbentuk siksp-sikap baru baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Dalam pandangan masyarakat, remaja masih kanak-kanak, bahkan diharapkan ia memainkan peran sosial yang berbeda, ia menemukan orang-orang dewasa, yang bukan keluarganya, namun ia harus bergaul dengan mereka (Remmers dan Hackett, 1984; 37). Ruang lingkup teman sebayanya juga meningkat. Terbentuk pula adanya kecenderungan kepada teman lain jenis.
Boleh jadi sebagian persoalan yang dipelajari oleh para remaja itu terjadi dengan jalan meniru teman-temannya dan orang dewasa yang dikenalnya, dan mereka mempelajari pola-pola tingkah laku melalui cara perlakuan kawan-kawannya dan perlakuan orang lain. Pada masa remaja khususnya mereka tertarik akan kelakuan teman-temannya dan ia meniru kelakuan mereka (Remmers dan Hackett, 1984;39).
Permulaan hidupnya, mungkin remaja menikmati suasana yang dapat memenuhi kebutuhannya dan mungkin pula tidak, atau di lingkungan itu dia terhalang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Dalam menghadapi rintangan-rintangan itu terjadilah berbagai cara penyesuaian diri. Biasanya cara-cara itu kurang wajar seperti malas, emosi, mencuri, berdusta, menipu, merokok, pura-pura sakit, menentang, melakukan hubungan seks, dan sebagainya, dimana  cara-cara kompensasi atau pembelaan, yang idenya diambil dari lingkungan. Mungkin saja lingkungan tempat sanak menemukan ide tersebut, adalah lingkungan yang menekan atau sebangsanya (El-Quussy, 1974;285).
Dalam pada itu perlu ditegaskan bahwa masalah yang menjadi obyek garapan bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah psikologis, bukan masalah-masalah fisik. Masalah fisik ini diserahkan kepada bidang yang relevan, misalnya kedokteran. Jadi, dalam kasus tertentu yang melibatkan fisik, terlebih dahulu ditangani fisiknya oleh kedokteran, baru kemudian masalah psikologinya ditangani konseling (Faqih, 2004;3).
Bimbingan Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Dengan demikian bimbingan islami merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran islam, artinya berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah Rasul (Faqih;2004;4).
Konseling adalah suatu proses interaksi yang (a) terjadi antara dua orang yang disebut konselor dan klien, (b). Terjadi dalam situasi yang bersifat pribadi ( proposional), (c). diciptakan dan dibina sebagai suatu cara untuk memudahkan terjadinya perubahan-perubahan tingkah laku klien, sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan kebutuhannya. Hubungan konseling timbul dari adanya interaksi antara dua orang individu, yang seorang adalah petugas yang terlatih (profesional), dan yang lainnya adalah orang yang memerlukan bantuan (klien) (Sukardi, 1985;14).
Dilihat dari pengertian yang demikian itu, hendaknya sekolah didalam melaksanakan program bimbingan dan konseling, menugaskan konselor yang telah mendapatkan latihan yang professional dalam bidangnya. Jadi konseling di sekolah haruslah dibantu oleh staf yang telah memperoleh latihan secara professional dengan tidak meninggalkan dasar ajaran Islam yang berlandaskan ajaran Al Qur’an dan sunah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber dari segala pedoman kehidupan umat Islam.
Pemberian Bimbingan dan Konseling Islam (untuk selanjutnya disingkat dengan BKI) juga diterapkan di sekolah yang  pada umumnya memberikan pelajaran tentang Pendidikan Agama Islam. 


Muhlisin, S.Sos.I

Bimbingan Keagamaan pada Anak dan Perubahan Akhlaknya (Studi Kasus pada Anak Jalanan di PLK BIMA SAKTI Desa Mangunan Lor Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak)

Bimbingan Keagamaan pada Anak dan Perubahan Akhlaknya 
(Studi Kasus pada Anak Jalanan di PLK BIMA SAKTI Desa Mangunan Lor Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak)

Latar Belakang Masalah  

Anak merupakan generasi di masa depan yang menentukan keberhasilan dan kemunduran suatu negara yang sudah semestinya dijaga, diberi perlindungan, diberi pendidikan. Peran besar yang diemban seorang anak, sudah semestinya orang dewasa campur tangan dibalik layar membimbing agar ilmu yang di dapat sesuai kebutuhan dan tuntunan Islam, agar jalan yang di tempuh sesuai dengan apa yang di tuju yaitu jalan penuh ridha dari Allah, serta menjadi anak yang mampu mengharumkan agama dan negaranya, menjalankan kewajibannya sebagai khalifah Allah di bumi.
Anak memiliki kewajiban kepada orang tua yaitu berbakti kepadanya. Perlu diketahui bahwasanya dibalik kewajiban seorang anak, ada suatu kewajiban yang merupakan kunci segalanya bagi kelanjutan kehidupan seorang anak nantinya, yaitu kewajiban orang tua untuk mempersiapkan tubuh, jiwa dan akhlak anak-anaknya menghadapi perjalanan hidupnya. Seperti yang dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Luqman (Departemen Agama RI,2005: 412).

Artinya: “dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar"(Q.S. Luqman: 13).

Dari ayat ini dipahami bahwa di antara kewajiban ayah kepada anak-anaknya ialah memberi nasihat dan pelajaran, sehingga anak-anaknya itu dapat menempuh jalan yang benar dan menjauhkan mereka dari kesesatan. Luqman sangat melarang anaknya melakukan syirik, larangan ini adalah suatu larangan yang memang patut disampaikan Luqman kepada putranya karena mengerjakan syirik itu adalah suatu perbuatan dosa yang paling besar.
Eksistensi anak sebagai potensi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa mendatang menjadi tanggung jawab orang tua, masyarakat dan negara untuk menjadikan anak-anak lebih baik dan siap menggantikan generasi sebelumnya supaya masa depan akan lebih baik dari masa sekarang ini. Pengasuhan, pembinaan, dan mendidik anak dalam kerangka perlindungan anak secara mendasar adalah kewajiban orang tua dan masyarakat yang telah difasilitasi oleh negara sebagai penyelenggara perwujudan kesejahteraan (Sihombing dan Tim Penyuluh Hukum Kabupaten Pemalang, Laporan, 2009: 1-2).
Islam menegaskan tentang bagaimana seharusnya orang tua mau dan mampu memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Hal ini dapat di lihat pada saat Luqman memberikan nasihat pendidikan kepada anak-anaknya yang termaktub dalam salah satu firman Allah surat Luqman (Departemen Agama RI. 2005: 412-413).

Artinya: "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.S. Luqman: 16-19).

Pendidikan tauhid dalam bentuk larangan berbuat syirik, merupakan landasan akidah yang harus tertanam kuat dalam jiwa setiap anak, guna membentuk kepribadian yang berjiwa tauhid. Tidak ada bekal yang paling berharga dari seorang ayah kepada anaknya, yang akan menjauhkan anaknya dari kerusakan yang besar serta menyelamatkan di dunia dan akhirat kecuali pendidikan tauhid atau larangan berbuat syirik (Shaleh, 2002: 324). Anak tumbuh tanpa peraturan dari orang tuanya atau dari yang dihormatinya, akan menjadi orang yang tidak cocok dengan masyarakat. Anak-anak tak berakhlak, sulit tumbuh menjadi orang yang diterima dengan baik oleh orang lain, dan dengannya menjadi terpinggirkan atau diabaikan. Maka dari itu akhlak baik adalah jalan menuju penerimaan hati yang baik dari sesama.
Seorang muslim memahami tanggung jawabnya yang besar kepada anak-anak yang mereka lahirkan ke dunia ini, yaitu tanggung jawab memberikan kepada anak-anak suatu pendidikan dan ajaran Islam yang tegas, yang didasarkan atas karakteristik yang mulia (Al-Hasyimi, 2001: 128-129). Tanggung jawab terhadap anaknya sebagaimana dikatakan Al-Qur’an (Departemen Agama RI. 2005: 560)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…”(Q.S. At-Tahrim: 6)

Namun ada juga para orang tua yang menyepelekan tanggung jawab mereka terhadap anak-anaknya dan menuntut kewajiban anak atas dirinya, hal ini bisa menumbuhkan hal negatif pada diri anak. Seorang anak yang tidak mendapatkan pendidikan, perhatian dari orangtuanya secara otomatis akan tercipta kepribadian negatif dalam diri anak tersebut, hal ini bisa kita lihat dari maraknya bahkan terus bertambahnya jumlah anak jalanan. Anak jalanan adalah anak laki-laki atau perempuan, berusia kurang dari 18 tahun, yang melewatkan, menghabiskan, atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan (Departemen Sosial RI, Modul. 2002: 14).
Anak jalanan pada umumnya memiliki hubungan yang renggang dengan keluarga, lebih nyaman dengan kebebasan dan kesenangan menghabiskan waktu bersama teman yang menurut mereka lebih memahami keadaan yang dialaminya karena dirasa senasib. Perasaan nyaman mereka bertambah dengan adanya pendapatan yang mereka hasilkan dari kegiatan mereka di jalan yang tak memerlukan keterampilan untuk melakukannya. Meski demikian, tetap saja jalanan tidaklah sesuai bagi anak-anak. Kehidupan jalanan lebih berpotensi menimbulkan masalah bagi anak-anak karena tidak adanya peraturan serta tidak ada jaminan perlindungan bagi keberadaannya, bahkan orang dewasalah yang seringkali menimbulkan masalah bagi mereka dengan berbagai kekerasan (Lutfi, Ika, Wawancara pada tanggal 12-06-2014).
Anak jalanan juga merupakan kelompok sosial yang seringkali melakukan hal yang bisa merugikan orang lain, seperti; berbicara kasar/kotor, menggores bodi mobil, mengganggu ketertiban jalan. Anak jalanan juga termasuk kelompok sosial yang rentan dari tindak kekerasan baik fisik, emosi, seksual maupun sosial.
Kerasnya hidup yang mereka jalani membuat beberapa orang tersentuh hatinya untuk mengulurkan tangannya membantu meringankan beban yang dialami anak jalanan. Lembaga Pendidikan Layanan Khusus Bimbingan Insani Membentuk Anak Sehat, Aktif, Kreatif, Takwa, dan Mandiri (selanjutnya ditulis PLK BIMA SAKTI) merupakan salah satu lembaga yang menyebar di 17 Kabupaten Kota provinsi Jawa Tengah. Bidang pendidikan layanan khusus merupakan layanan pendidikan non formal bagi semua anak usia sekolah dasar hingga menengah atas yang belum terlayani oleh lembaga pendidikan formal. Peserta yang dilayani adalah anak-anak yang berhadapan dengan berbagai permasalahan yang kompleks, seperti anak-anak jalanan, anak-anak di lokasi bencana alam, anak-anak kurang mampu, di tengah hutan belantara, anak korban kekerasan, anak cacat.
Terkait penetapan lembaga PLK BIMA SAKTI di Desa Mangunan Lor Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak sebagai tempat penelitian, karena dari berbagai permasalahan yang dialami anak, PLK BIMA SAKTI mampu memberikan berbagai bantuan, terutama dalam bentuk bimbingan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak jalanan. Salah satunya berupa bimbingan keagamaan, berupa penanaman nilai-nilai keislaman melalui pembelajaran BTA, shalat berjamaah, shalat Dhuha, hafalan surat pendek, pemberian materi fiqih, sejarah Islam, serta Akhlak. Bimbingan keagamaan merupakan unsur yang sangat penting dalam mengupayakan perubahan akhlak kurang baik yang dimiliki anak jalanan menjadi akhlak baik sesuai tuntunan agama Islam sehingga anak jalanan mampu mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia dan menjadi bekal kelak di akhirat. Hal ini menarik perhatian peneliti untuk lebih dalam mengetahui pelaksanaan pemberian bantuan PLK BIMA SAKTI khususnya yang berada di Kabupaten Demak yang memfokuskan pemberian bantuan berupa pembinaan dalam segi pendidikan umum, keagamaan, serta keterampilan pada anak jalanan dengan tujuan agar anak jalanan memiliki pengetahuan, kompetensi, perilaku dan sikap mental yang mendukung mereka untuk mengembangkan dirinya dan memiliki kompetensi untuk hidup. Melalui program pendidikan ini diharapkan anak jalanan dapat mempunyai masa depan yang lebih baik (Indriyanto, 2010: 10).Menurut Suyanto (2010: 196) Sebab timbulnya anak jalanan yaitu diantaranya: Kesulitan keuangan keluarga/ tekanan kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orang tua, masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian secara mendalam berkaitan dengan bimbingan keagamaan yang dilaksanakan di PLK BIMA SAKTI Desa Mangunan Lor Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak. Hasil penelitian ini akan peneliti sajikan dalam bentuk tulisan dengan judul “Bimbingan Keagamaan pada Anak dan Perubahan Akhlaknya (Studi Kasus pada Anak Jalanan di PLK BIMA SAKTI Desa Mangunan Lor Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak)”.





Inayatul Laeli, S.Sos.I