I.
PENDAHULUAN
Terapi Feminis dikembangkan untuk menanggapi
tantangan dan kebutuhan yang muncul dari wanita (Brabeck & Brown,
1997). Terapi Feminis berawal dari paham feminis sekitar akhir 1800-an. Para psikolog mulai sadar akan kepentingan
perempuan. Pada tahun 1876 Mary Putman Jacobi
menyatakan bahwa perempuan membutuhkan istirahat fisik dan mental secara khusus
saat menstruasi. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan mulai
diperhatikan.
Pada tahun 1960-an terapi feminis mulai berkembang. Perempuan mulai sadar
untuk membentuk kelompok-kelompok untuk memperjuangkan keinginan mereka. Perempuan-perempuan menyatukan
suara mereka untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka dalam pembatasan peran perempuan tradisional. Mereka berkumpul bersama untuk berbagi pengalaman dan persepsi serta membantu wanita lain menjadi
sadar bahwa mereka tidak sendirian. Suatu persaudaraan
dikembangkan dan beberapa layanan berkembang untuk meningkatkan kualitas masyarakat seperti tempat
penampungan bagi perempuan korban kekerasan, pusat palayanan korban perkosaan, pusat
kesehatan perempuan.
Perubahan
dalam psikoterapi muncul ketika terapis
perempuan berpartisipasi dalam kelompok dan membantu
perempuan-perempuan lain dari pengalaman mereka sebagai
terapis.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Pandangan
teori Feminisme tentang hakikat manusia
B. Tujuan Konseling
C.
Fungsi dan Peran Konselor
D.
Fungsi dan Peran konseli
E.
Hubungan Konselor dengan Konseli
F.
Teknik dan peosedur konseling
G.
Kontribusi teori dalam konseling
H.
Kelebihan dan kekurangan pendekatan
Feminisme
III.
PEMBAHASAN
A.
Pandangan teori
Feminisme tentang hakikat manusia
Pandangan feminis tentang hakikat manusia berbeda
dari kebanyakan model terapi tradisional. Banyak teori tradisional tumbuh dari peran sosial yang menekankan faktor biologis dan pria diasumsikan sebagai model hakikat manusia yang menyeluruh tanpa memperhatikan
perempuan. Teori
tradisional dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Androsentris ialah menggunakan oirentasi
perkembangan laki-laki untuk
menarik kesimpulan tentang manusia termasuk sifat perempuan
2. Gendercentric yaitu memisahkan jalur perkembangan perempuan dan laki-laki
3. Heterosexist yaitu melihat orientasi heteroseksual berdasarkan norma dan diinginkan sekali serta menurunkan nilai
oirentasi kaum lesbian, gay, banci
4. Deterministik yaitu berasumsi bahwa
pola-pola kepribadian dan perilaku ditentukan
pada tahap awal perkembangan
kehidupan
5. Orientasi intrapsikis yaitu menghubungkan perilaku kepada penyebab
internal, yang hasilnya sering
menyalahkan korban dan mengabaikan faktor-faktor budaya dan sosial politik
Terapi
feminis bertentangan dengan teori tradisional ini. Mereka berpandangan bahwa
ada empat hakikat manusia (Worell dan Remer, 2003) yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Gender-fair approaches yaitu perbedaan perilaku perempuan dan laki-laki adalah hasil
dari proses sosialisasi dan bukan atas dasar bawaan/kodrat. Hal ini
berguna untuk menghindarkan stereotip peran sosial dan perilaku interpersonal.
2.
Flexible–multicultural perspective
yaitu menggunakan konsep dan strategi yang sama
untuk semua individu atau kelompok tanpa memandang usia, orientasi ras, budaya,
gender, kemampuan kelas/golongan atau orientasi seksual.
3.
Interactionist
yaitu melihat isi konsep-konsep
khusus pada dimensi
berpikir, merasa, dan berperilaku dari pengalaman manusia dan mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual
dan lingkungan.
4.
A Life-span
perspective yaitu perkembangan manusia adalah proses seumur hidup sehingga pola kepribadian dan perubahan perilaku dapat terjadi setiap saat.[1]
B.
Tujuan Konseling
Menurut Enns (2004), beberapa tujuan terapi feminis ialah
sebagai berikut:
1) Pemberdayaan
2) Menghargai
dan meneguhkan keragaman
3) Berjuang
untuk perubahan daripada penyesuaian
4) Kesetaraan
5) Kemandirian
dan persamaan ketergantungan
6) Perubahan
sosial
7) Pengasuhan diri
8) Membantu
individu dalam melihat diri mereka sebagai agen aktif bagi
kehidupan mereka maupun untuk orang lain
Menurut Worell & Remer (2003) mungkin tujuan akhir dari pendekatan ini adalah untuk menciptakan jenis
masyarakat dimana kekerasan seksual dan
bentuk lain dari diskriminasi dan penindasan tidak ada
lagi. Terapi feminis berusaha untuk mentransformasi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Selain
tujuan akhir ini ada beberapa tujuan lain terapi feminis dalam proses terapi yaitu
sebagai berikut :
1)
Konseli menjadi sadar akan proses peran gender
sosial
2)
Konseli mengidentifikasi pesan dari dalam diri mereka dan menggantinya dengan keyakinan-keyakinan
baru untuk lebih meningkatkan kepercayaan diri
3)
Konseli memahami bagaimana perlakuan masyarakat tentang seks
dan penindasan mempengaruhi mereka dengan cara yang negative
4)
Konseli memperoleh keterampilan untuk melakukan perubahan di lingkungan
5)
Merestrukturisasi
lembaga untuk membebaskan mereka dari praktik diskriminasi
6)
Konseli mengembangkan berbagai perilaku yang dipilih secara bebas
7)
Konseli mengevaluasi dampak dari faktor-faktor sosial pada kehidupan mereka
8)
Mengembangkan perasaan
dalam kekuatan pribadi dan social
9)
Mengenali kekuatan hubungan dan keterhubungan
10) Mereka percaya pada pengalaman
dan intuisi mereka sendiri
Terapis feminis juga bekerja untuk menafsirkan ulang kesehatan mental perempuan. Menyuarakan
pengalaman perempuan untuk
mempengaruhi masyarakat sehingga pikiran atau gagasan perempuan dihormati dan dihargai.
Pada tingkat individu, terapis feminis bekerja untuk membantu wanita dan
pria mengakui, klaim, dan merangkul kekuatan pribadi mereka. Memberdayakan
klien adalah jantung terapi feminis(Gilbert & Rader, 2007). Melalui
pemberdayaan, klien dapat membebaskan diri dari batasan gender peran
sosialisasi mereka dan untuk menantang penindasan institusional yang sedang
berlangsung.
Menurut
Corey (2009) tujuan terapi feminis ialah:
1) Untuk menghasilkan perubahan baik dalam pribadi konseli maupun masyarakat
2) Konseli dapat mengenali, mengakui dan
menggunakan kekuatan pribadi mereka untuk membebaskan
diri dari keterbatasan peran gender sosial
C.
Fungsi dan Peran Konselor
Terapi ini menggunakan
berbagai model peran terapis dari berbagai teori dan pendekatan konseling
lainnya. Peran dan
fungsi terapis akan bervariasi sampai batas tertentu
tergantung pada teori apa yang dikombinasikan
dengan prinsip-prinsip dan konsep feminis. Berikut
ini ada beberapa peran terapis feminis yaitu sebagai berikut:
1.
Feminisme
2.
Memantau prasangka dan
penyimpangan-penyimpangan mereka sendiri terutama dimensi sosial dan budaya
dari pengalaman perempuan
3.
Terapis feminis memahami segala
bentuk penindasan dan mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan
psikologis
4.
Terapis feminis secara total hadir
dalam konseling
5.
Self-disclosure
6.
Terapis Feminis berbagi diri selama
jam terapi dan terapi sebagai sebuah perjalanan bersama
7.
Genuineness, empati dan proaktif
8.
Percayaan kemampuan klien untuk
bergerak maju dengan cara yang positif dan konstruktif.
D.
Fungsi dan Peran konseli
Konseli aktif dalam proses terapi dengan
melakukan asesmen atau mendiagnosis penyebab masalah mereka dari peran gender
ataupun tekanan-tekanan dari pihak diluar diri mereka. Konseli menceritakan
kisah mereka dan memberikan pendapat dari pengalaman mereka
E.
Hubungan Konselor dengan Konseli
Hubungan antara terapis dan klien dalam terapi feminis didasarkan
pada pemberdayaan dan egalitarianisme. Terapis dan
konseli mengembangkan model-model hubungan yang terstruktur yaitu mereka mengidentifikasi dan menggunakan kekuasaan secara bertanggung jawab.
Terapis feminis menyatakan dengan jelas nilai-nilai mereka untuk mengurangi kemungkinan konseli
mendapatkan kerugian dari hubungan mereka. Hal ini
memungkinkan klien untuk membuat pilihan apakah melanjutkan
konseling atau tidak. Ini merupakan
langkah dalam proses demistifikasi.
Untuk
melaksanakan egalitarianisme terapis feminis menggunakan sejumlah strategi (Thomas, 1977). Yaitu
sebagai berikut :
Pertama,Para terapis sangat
sensitif mempergunakan kekuasaan/jabatan
mereka dalam hubungan konseling. Seperti mendiagnosis, menafsirkan atau memberikan nasihat, mampu
menempatkan diri sebagai seorang ahli atau
dengan mengurangi dampak
ketidakseimbangan dalam hubungan.
Kedua, Para terapis aktif berfokus pada kekuatan para konseli yang mereka
miliki dalam
hubungan terapeutik dan memberikan ruang bagi konseli dalam
proses konseling. Terapis mendorong konseli untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan mereka, untuk
menyadari cara mereka melepaskan kekuasaan dalam hubungan dengan orang
lain dan untuk membuat keputusan.
Ketiga, Terapis feminis berbagi persepsi dengan klien, menjadikan
konseli sebagai mitra dalam menentukan
diagnosis. Jika terapis menunjukkan teknik tertentu, ia akan menjelaskan mengapa dia menggunakan teknik itu dan dia menghormati sepenuhnya keputusan klien untuk melanjutkan atau
tidak melanjutkan konseling. Beberapa
terapis feminis menggunakan kontrak sebagai cara untuk membuat tujuan dan
proses terapi yang jelas.
Untuk
membuat hubungan konselor dengan
konseli lebih efektif maka konselor menyertakan konseli dalam asesment dan
proses pengobatan. Konselor menyertakan konseli dari sesi awal sampai sesi terakhir. Walden
(2006) menekankan nilai mendidik dan memberdayakan klien. Ketika konselor memberikan informasi tentang sifat dari proses terapi maka
konseli partisipasi aktif dalam terapi mereka. Jika konselor membuat keputusan untuk klien daripada dengan klien, maka sesungguhnya
konselor telah merampok kekuasaan konseli dalam hubungan terapeutik. Kolaborasi dengan klien dalam semua aspek terapi
mengarah ke kemitraan sejati dengan klien.
F.
Teknik dan peosedur konseling
Terapis feminis telah mengembangkan beberapa teknik dan beberapa telah dipinjam dari pendekatan tradisional dan disesuaikan
dengan model terapi feminis. Teknik-teknik terapi feminis ialah
sebagai berikut:
1.
Empowerment/Pemberdayaan
Strategi utama dari terapi feminis adalah memberdayakan klien. Terapis menjelaskan harapan, mengidentifikasi tujuan dan melakukan kontrak dengan konseli yang akan
memandu proses terapi. Konselor juga menjelaskan cara kerja terapi sehingga
tidak membingungkan dan menjadikan
konseli sebagai mitra yang aktif dalam proses
terapi. Hal ini membuat konseli belajar bahwa dia
bertanggung jawab atas arah, waktu dan
prosedur terapinya
2.
Self-disclosure/Penyingkapan
diri
Terapis feminis menggunakan terapi penyingkapan
diri untuk menyamakan derajat terapis dan konseli
dalam konseling, untuk memberikan contoh bagi
konseli, berbagi pengalaman bersama dan memberdayakan konseli. Penyingkapan
diri ini harus menunjukkan keaslian dan
rasa kebersamaan dari terapis dan harus dilakukan dengan waktu
dan sifat pengungkapan yang tepat
3.
Gender-role Analysis
Analisis peran gender mengeksplorasi dan menilai dampak
harapan peran gender pada kesejahteraan psikologis konseli dan menggunakan
hasil analisis ini digunakan untuk membuat keputusan tentang perilaku peran
gender dimasa yang akan datang. Analisis peran gender berperan
untuk mendukung perubahan konseli
4.
Gender-role Intervention
Terapis menggunakan intervensi peran gender untuk memberikan wawasan bagi
konseli tentang bagaimana harapan sosial telah mempengaruhi kondisi psikologisnya. Pernyataan
terapis akan memberikan pencerahan bagi konseli untuk
berpikir lebih positif tentang kaum perempuan dan bagaimana dia bisa berkontribusi untuk anak-anak perempuan muda dimasa
depan.
5.
Power Analysis
Terapis dan konseli mengeksplorasikan ketidakadilan
dan hambatan-hambatan dalam masyarakat tentang kekuasaan dan sumber daya
perempuan serta mengidentifikasi alternative-alternatif
untuk keluar dari ketidakadilan dan hambatan-hambatan itu. Hal ini membuat
konseli akan belajar untuk menghargai dan
menerima dirinya dan tidak bergantung kepada
oranglain.
6.
Bibliotherapy
Bibliotherapy dapat
menggunakan buku nonfiksi, buku-buku psikologi dan konseling, otobiografi, buku-buku self-help, video-video pendidikan,
film dan bahkan novel
7.
Assertiveness Training
Terapis mengajarkan
dan mempromosikan perilaku yang tegas sehingga
konseli menjadi sadar akan hak-hak mereka
yang melampaui harapan-harapan sosial, mengubah
keyakinan negatif dan melakukan perubahan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terapis dan konseli mempertimbangkan perilaku tegas yang sesuai dengan budaya. Konseli membuat keputusan tentang kapan dan
bagaimana menggunakan keterampilan baru itu dan terapis akan membantu konseli untuk
mengevaluasi dan mengantisipasi konsekuensi dari sikap tegasnya itu.
8.
Reframing dan Relabeling
Reframing dilakukan
dengan maksud agar terapis tidak menyalahkan konseli tetapi mempertimbangakan
sumber masalah konseli dari faktor sosial masyarakat.
9.
Relabeling adalah memperbaiki
label jelek yang melekat pada dirinya menjadi
label yang baru yang baik.
10. Social
Action
Aktivitas sosial adalah kualitas yang penting dari terapi feminis. Terapis menyarankan kepada konseli untuk
berpartisipasi dalam lembaga-lembaga sosial yang mengurusi kekerasan terhadap
perempuan. Hal ini membuat konseli dapat memberdayakan dirinya sendiri.
11. Group Work
Kelompok kerja adalah suatu
teknik konselor untuk membuat kelompok ataupun menyarankan konseli untuk
bergabung dalam suatu kelompok untuk
mendiskusikan masalah-masalah atau pengalaman-pengalaman yang mereka
alami dalam masyarakat. Kelompok-kelompok ini dapat
menyediakan jejaring sosial bagi mereka, dapat mengurangi perasaan terisolasi, menciptakan lingkungan yang
kondusif dan membantu perempuan menyadari bahwa mereka tidak sendirian.
G.
Kontribusi teori dalam konseling
Terapi
feminis berbeda dari teori atau pendekatan konseling lainnya. Terapi ini
didirikan atas usaha bersama oleh banyak orang sehingga tidak ada pendiri tunggal. Corey (2009) mengatakan bahwa ada beberapa
pribadi yang telah memberikan kontribusi penting terhadap terapi feminis yaitu sebagai berikut:
1)
Jean Baker Miller, MD
(1928-2006)
Jean Baker Miller adalah seorang Profesor Klinik Psikiatri di Boston University School of Medicine
dan Direktur Institute Jean Baker Miller Training di
Stone Center, Wellesley College. Miller memberikan kontribusi dengan memperluas teori ini dan mengeksplorasi aplikasi baru untuk masalah
yang lebih kompleks seperti
masalah-masalah keragaman, aksi sosial dan masalah penyesuaian pekerjaan.
2)
Carolyn Zerbe Enns, PhD
Carolyn Zerbe Enns adalah
Profesor Psikologi dan berpartisipasi aktif dalam program Women’s Studies di Cornell College di Mt. Vernon, Iowa. Usahanya ialah mengartikulasikan pentingnya terapi feminis multikultural, memperkenalkan praktek terapi feminis diseluruh dunia (terutama di Jepang) dan
menulis tentang pendidikan multikultural
feminis.
3)
Oliva M.
Espin, PhD
Oliva M. Espin adalah Profesor Women’s
Studies di San Diego State University dan di Sekolah Psikologi
Profesional California, San Diego. Dia adalah pelopor teori dan
praktek terapi feminis dengan perempuan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda-beda dan telah melakukan berbagai penelitian, pengajaran dan pelatihan
tentang isu-isu multikultural dalam psikologi.
4)
Laura S. Brown, PhD
Laura S. Brown adalah anggota pendiri Institut
Terapi feminis. Institut
terapi feminis adalah suatu organisasi yang didedikasikan untuk
mendukung teori dan praktek terapi feminis. Brown juga adalah
anggota teori kelompok kerja pada National Conference on Education and
Training in Feminist Practice. Brown menulis beberapa buku dan bukunya yang
berjudul Theory in Feminist Therapy (1994) diangap sebagai buku dasar
teori terapi feminis. Brown memberikan
kontribusi tentang bagaimana berpikir
tentang etika dan pembatasan-pembatasan serta kompleksitas praktek etis dalam komunitas kecil. Dan saat ini
ia berminat terhadap praktek feminis untuk masalah-masalah forensik dan
penerapan prinsip-prinsip feminis untuk mengobati traumatik.[3]
H.
Kelebihan dan kekurangan pendekatan
Feminisme
Ø
Kelebihan.
a.
Fokusnya adalah baik
pada perubahan individu dan perubahan social
b.
Perjuangan perempuan dan perubahan multikultural telah menyerukan perhatian terhadap dampak
negatif dari diskriminasi dan penindasan yang mencakup pelecehan anak, inses, pemerkosaan, pelecehan seksual dan
kekerasan rumah tangga
c.
Kelebihan terapi feminis yaitu pembagian
kekuasaan dengan konseli
d.
Bidang etika dalam praktek
psikologi dan konseling dan pengambilan keputusan etis dalam terapi
e.
Prinsip terapi feminis telah
diterapkan untuk pengawasan, perkembangan pengajaran, konsultasi, etika, penelitian, dan
teori serta praktek psikoterapi. Dan
dapat digabungkan dengan model terapi kontemporer lainnya seperti Adlerian,
Person-centered therapy, Gestalt dan Cognitive Behavior Therapy
f.
Terapi feminis menunjukkan bahwa teori konseling harus adil gender, fleksibel multikultural, interaksionis, dan kehidupan-span-berorientasi. Sebuah pendekatan
terapi feminis dapat berkontribusi untuk memperluas
basis teoritis model terapi lainnya
serta memperkaya semua kehidupan kita dengan
mendorong aktivisme sosial yang positif di masyarakat
kita dan di seluruh dunia.
Ø
Kelemahan.
a.
Menekanka nilai-nilai Putih,
perempuan kelas menengah heteroseksual perempuan yang tidak diterapkan pada
kelompok perempuan lainnya
b.
Terapi perlu untuk menilai dengan
para klaen dampak dari perubahan pribadi yang signifikan yang dapat
mengakibatkan isolasi dari keluarga dan sosial masyarakat.
c.
Terapi feminis tidak mengambil sikap
netral sehingga dapat mempengaruhi nilai-nali dan budaya konseli
d.
Keterbatasan yang mungkin adalah
potensi terapis untuk memberlakukan seperangkat nilai baru pada konseli seperti
berjuang untuk kesetaraan daya dalam hubungan, menentukan diri sendiri,
kebebasan untuk mengejar karir di luar rumah dan hak untuk pendidikan. Terapis
perlu ingat bahwa klaen adalah ahli terbaik mereka sendiri, yang berarti ia
terserah kepada mereka untuk memutuskan mana nilai-nilai untuk hidup.
IV.
KESIMPULAN
Terapis feminis bekerja untuk menafsirkan ulang kesehatan mental perempuan. Menyuarakan
pengalaman perempuan untuk
mempengaruhi masyarakat sehingga pikiran atau gagasan perempuan dihormati dan dihargai.
Pada tingkat individu, terapis feminis bekerja untuk membantu wanita dan
pria mengakui, klaim, dan merangkul kekuatan pribadi mereka. Memberdayakan
klien adalah jantung terapi feminis(Gilbert & Rader, 2007). Melalui
pemberdayaan, klien dapat membebaskan diri dari batasan gender peran
sosialisasi mereka dan untuk menantang penindasan institusional yang sedang
berlangsung.
tujuan akhir dari pendekatan ini adalah untuk menciptakan jenis masyarakat
dimana kekerasan seksual dan
bentuk lain dari diskriminasi dan penindasan tidak ada
lagi.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang kami buat, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalh kami selanjutnya, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar