Daftar Blog Saya

Rabu, 06 Juni 2012

Psikologi Sosial


KONFORMITAS
                            I.               PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, saling meberikan pengaruh dengan yang lain dan ingin berkumpul untuk berinteraksi. Dan di dalam proses sosial tersebut seseorang akan terpengaruhi oleh individu, kelompok maupun organisasi masyarakat. Para psikolog sosial telah lama tertarik pada bagaimana prilaku orang dipengaruhi oleh orang lain dan kelompok. Di dalam makalah ini kita akan membahas pengaruh sosial salah satunya mengenai konformitas. Bahwa konformitas itu cara untuk menyesuaikan diri dengan kelompok dan agar bisa diterima oleh kelompok.

                         II.               RUMUSAN PERMASALAHAN
A.    Apa Pengertian Konformitas?
B.     Apa Saja Jenis-jenis dari Konformitas?
C.     Mengapa orang melakukan konformitas?
D.    Bagaimana Sisi Positif dan Negatif dari Konformitas?

                      III.               PEMBAHASAN
A. Pengertian Konformitas
Conformity (konformitas) adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang  agar sesuai dengan perilaku orang lain (Cialdini dan Goldstein, 2004). Kebanyakan remaja dianggap bebas memilih sendiri baju seperti orang lain dalam kelompok sosial mereka, dan karena mengenakan baju seperti orang lain dalam kelompok sosial mereka, dan karenanya mengikuti tren busana terbaru.[1]
Konformitas menurut ( Soerjono Soekanto, 2000) berarti penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara mengindahkan norma dan nilai masyarakat. Dalam buku (Kamanto Sunarto, 2004), Jon M Shepard mendefinisikan Conformity sebagai “the type of social interaction in whichan individual toward other in ways expected by the group”. Jadi konformitas adalah seseorang berprilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan merupakan bentuk interaksi yang di dalamnya kelompok. (Kiesler dan Kiesler, 1969, p.2) “Conformity is a change in behavior or belief as result of real or imagined group of pressure”. Konformitas tidak hanya bertindak atau bertingkah laku seperti yang lain lakukan tetapi juga terpengaruh bagaimana orang lain bertindak.
    Contoh dari  konformitas
eksperimen di Columbia University, para subyek penelitian adalah 2 orang mahasiswa yang diminta memperkirakan jarak antara gerak suatu titik cahaya dilayar dalam suatu ruang gelap. Dikala eksperimen dilakukan dengan masing-masing subyek secara terpisah. Jawaban-jawaban yang diberikan cenderung berbeda satu sama lain Muzafer  Sherif (1966) yang dikutip oleh Zanden ( 1979). Namun manakala eksperimen dilakukan dengan beberapa orang subyek sekaligus dan para subyek dimungkinkan untuk saling mempengaruhi, maka jawaban subyek cenderung sama. dari eksperimen ini Sherif menyimpulkan bahwa kelompok orang cenderung membentuk suatu norma sosial.
Dalam hal itu pula dapat disimpulkan bahwa menurut M. Sherif, konformitas berarti keselarasan, kesesuaian perilaku individu-individu anggota masyarakat dengan harapan-harapan masyarakatnya, sejalan dengan kecenderungan manusia dalam kehidupan berkelompok membentuk norma sosial.
Contoh: pola memberi sumbangan, pelanggaran lalu lintas. Dll
Dari uraian mengenai berbagai konformitas di atas, dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah suatu bentuk sikap penyesuaian diri seseorang dalam mayarakat/kelompok karena dia terdorong untuk mengikuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang sudah ada.
(Henslin, 1997) Laki-laki cenderung berprilaku sesuai dengan apa yang diharapakan dari laki-laki dan perempuan berprilaku seperti orang perempuan. berprilaku sebagai laki-laki atau perempuan lebih disebabakan karena identitas diri sebagai laki-laki atau perempuan yang diberikan kepada kita melalui sosialisasi. Bayi laki-laki dan bayi perempuan diperlakukan berbeda, diberikan pakaian berbeda, diberi mainan berbeda.
Salah satu hal yang seseorang lakukan ketika berada dalam sebuah kelompok  adalah  konformi yaitu melakukan tindakan atau mengadopsi sikap sebagai hasil dari adanya tekanan kelompok yang nyata maupun persepsikan. Jadi apabila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena setiap orang lain menampilkan perilaku tersebut dikatakan konformitas. Sikap patuh tetapi lebih kepada mengalah atau mengikuti tekanan dari kelompok. Perilaku seseorang yang sama ( seragam ) dengan perilaku orang lain atau perilaku kelompoknya. Definisi konformitas mengandung tiga hal, yaitu : patuh, perceived group pressure, dan subjek tidak diminta untuk patuh.[2]
Misalkan anda diminta hadir dalam sebuah laboratorium psikologi untuk mengikuti eksperimen mengenai persepsi.  Anda akan bergabung dengan tujuh mahasiswa lainnya yang duduk dalam sebuah ruangan dimana  anda ditunjukkan sebuah garis sepanjang sepuluh inci dan anda diminta menentukan mana dari tiga garis  ainnya yang identik dengan garis tersebut. Jawaban yang tepat, yaitu garis A, terlihat begitu jelas, sehingga anda terheran heran ketika anggota pertama dalam kelompok memilih garis B, “penglihatan yang buruk” kata anda, “ia meleset sekitar dua inci!” kemudian orang kedua juga memilih garis B, “orang bodoh” pikir anda.  Namun ketika orang kelima juga memilih garis B, anda akan mulai merasa raguakan jawaban yang telah anda pilih. Mahasiswa ke enam dan ke tujuh juga memilih garis B, dan anda mulai menghawatirkan penglihatan anda sendiri. Eksperimenter kemudian melihat anda dan berkata, “giliran anda.” Apakah anda akan mempercayai mata anda sendiri atau mengikuti penilaian kolektif kelompok?
beberapa orang melakukannya karena mereka mengidentifikasikan diri mereka dengan kelompok dan anggota kelompok, serta ingin tampil serupa dengan mereka. Beberapa orang berharap untuk disukai, beberapa percaya bahwa kelompok memiliki pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan pengetahuan mereka sendiri. [3]

B. Jenis-Jenis Konformitas
a. compliance yaitu konformitas yang melibatkan tindakan secara umum untuk menuruti tuntutan sosial padahal secara individu ia tidak menyetujuinya. Misal compliance yaitu terkadang kita ikut-an apa yang kata umum baik padahal secara pribadi kita Acceptance yaitu konformitas yang melibatkan baik tindakan maupun kepercayaan demi keserasian dalam sosial.menyatakan tidak baik sehingga kita tidak tahu apa yang sebenarnya kita lakukan
b. Acceptance yaitu konformitas yang melibatkan baik tindakan maupun kepercayaan demi keserasian dalam sosial.[4]
Kapan manusia melakukan konformitas?
a.  ketika keputusan sudah dibuat atau pokok bahasan yang dibicarakan di rasa tidak kompeten.
b. Konformitas tinggi pada saat tiga atau lebih orang dalam group kohesif, unanimous mempunyai status sosial yang lebih tinggi.
(kohesi = merasa/mengikat, unanimous= suara bulat/kesepakatan)[5]
C. Alasan Orang Melakukan Konformita 
1. Informational influence (pengaruh informasi)
Seorang turis Amerika yang mencari tahu tiket kereta di Paris mungkin akan mengamati perilaku orang Paris dengan cermat, memerhatikan kemana mereka membeli tiket, bagaimana mereka melewati peron dan bagaimana cara mereka mencari gerbong kereta. Dari mengikuti langkah-langkah dari orang lain yang lebih tahu, turis itu bisa menguasai dasar-dasar sistem pembelian tiket kereta api di sana.
2.    Pengaruh normatif: keinginan agar disukai (normative influence)
Keingainan agar diterima secara sosial (normative influence) seperti keinginan agar orang lain menerima diri kita, menyukai kita, dan memperlakukan kita dengan baik. Secara bersamaan, kita ingin menghindari penolakan, pelecehan, atau ejekan (Janes dan Olson, 2000). Pengaruh normatif terjadi ketika kita mengubah perilaku kita untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok atau standar kelompok agar kita diterima secara sosial. Misalnya, saat kita bersama dengan teman yang sangat menyadari pentingnya kesehatan, kita mungkin akan memperlihatkan kepadanya bahwa kita sangat suka pada buah dan ikan segar dan tidak merokok, meskipun kita sesungguhnya tidak begitu suka dengan makanan itu, ketika kita sendirian, kita mungkin memilih kesukaan kita sendiri, misalnya makan hamburger atau merokok. Dalam situasi semacam ini, konformitas menimbulkan perubahan lahiriah di dalam perilaku publik, tetapi tidak selalu mengubah opini pribadi kita.[1]
Hal-hal yang mempengaruhi adanya Konformitas
(David O. Sears, Jonathan L.Freedman, L.Anne Peplau, 1985)
a)      Kurangnya Informasi
Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui, dengan melakukan apa yang mereka lakukan, kita akan meperoleh manfaat dari pengetahuan mereka.
b)      Kepercayaan terhadap kelompok
Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyelesaikan diri terhadap kelompok.
c)      Kepercayaan diri yang lemah
Salah satu faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya.
d)     Rasa takut terhadap celaan sosial
Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia cenderung mengusahakan persetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakannya. Tetapi, sejumlah faktor akan menetukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan itu terhadap tingkat konformitas individu.
e)      Rasa takut terhadap penyimpangan
Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Kita tidak mau dilihat sebagai orang lain dari yang lain, kita tidak ingin tampak seperti orang lain. kita ingin agar kelompok tempat kita berada menyukai kita, memperlakukan kita dengan baik dan bersedia menerima kita.
f)       Kekompakan kelompok
Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi.
g)      Kesepakatan kelompok
Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak bersatu akan tampak adanya penurunan tingkat konformitas.
h)      Ukuran kelompok
Konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu. Namun, berdasarkaan penelitian yang dilakukan oleh Wilder (1977) disimpulkan bahwa pengaruh ukuran kelompok terhadap tingkat konformitas tidak terlalu besar, melainkan jumlah pendapat lepas (independent opinion) dari kelompok yang berbeda atau dari individu merupakan pengaruh utama.
i)        Keterikatan pada penilaian bebas
Orang yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok yang berlainan. Atau dengan kata lain keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat.
j)        Keterikatan terhadap Non-Konformitas
Orang yang, karena satu dan lain hal, tidak menyesuaikan diri pada percobaan-percobaan awal cenderung terikat pada perilaku konformitas ini. Orang yang sejak awal menyesuaikan diri akan tetap terikat pada perilaku itu.[2]
D. Sisi Positif dan Negatif dari konformitas
Konformitas juga memiliki sisi positif dan sisi negatif, dari sisi positif, yaitu masyarakat akan berfungsi lebih baik ketika orang-orang tahu bagaimana berperilaku pada situasi tertentu, dan ketika mereka memiliki kesamaan sikap dan tata cara berperilaku. Kemudian dari sisi negatif  juga bisa menghambat kreatifitas berfikir kritis.[3]
                            I.               KESIMPULAN
konformitas adalah suatu bentuk sikap penyesuaian diri seseorang dalam mayarakat/kelompok karena dia terdorong untuk mengikuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang sudah ada. Konformitas juga memiliki sisi positif dan sisi negatif, dari sisi positif, yaitu masyarakat akan berfungsi lebih baik ketika orang-orang tahu bagaimana berperilaku pada situasi tertentu, dan ketika mereka memiliki kesamaan sikap dan tata cara berperilaku. Kemudian dari sisi negatif  juga bisa menghambat kreatifitas berfikir kritis.
                         II.               PENUTUP
Demikian makalah dari kami, mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan penulisan baik yang disengaja maupun tidak sengaja, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.


[1] opcit Shelly E. Taylor, Letitia Anne Peplau, David O. Sears hal. 258-259
[3] Opcit, Carole Wade dan Carol Tavris hal 309










DAFTAR PUSTAKA
Taylor, Shelly E., Letitia Anne Peplau, David O. Sears, Psikologi Sosial
      (edisi kedua belas), Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Wade, Carole dan Carol Tavris, psikologi (edisi ke sembilan),
      Jakarta: Erlangga, 2007.



[1] Shelly E. Taylor, Letitia Anne Peplau, David O. Sears, Psikologi Sosial (edisi kedua belas), Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009. Hal. 253.
[3] Carole Wade dan Carol Tavris, psikologi (edisi ke sembilan), Jakarta: Erlangga, thn 2007.hal. 301-309
[6] opcit Shelly E. Taylor, Letitia Anne Peplau, David O. Sears hal. 258-259
[8] Opcit, Carole Wade dan Carol Tavris hal 309

Tidak ada komentar:

Posting Komentar