Daftar Blog Saya

Selasa, 17 April 2012

peranan agama islam dalam pembentukan kesehatan mental

PERANAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBENTUKAN KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA DILIHAT DARI PERSPEKTIF BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


       I.            LATARBELAKANG PERMASALAHAN
Masa remaja adalah masa untuk menguji kemampuan individu dalam melaksanakan perannya sebagai laki-laki atau sebagai perempuan dan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilannya dalam peran yang cocok.[1] Sebagian kapasitas itu terletak dalam perubahan-perubahan fisik yaitu berupa; peningkatan aktivitas hormon yang merubah bentuk tubuh dan mendorong tumbuhnya rambut, menstruasi (bagi perempuan). Namun bagian yang lebih besar perubahannya adalah terletak pada penyesuaian diri secara psikologis yang di capai, diantaranya berupa Emosi yang tidak stabil yang dapat memicu tumbuhnya ganguan mental.
Ketidak seimbangan dalam diri remaja dapat memicu hal-hal yang negatif yang kemungkinan akan di lakukan para remaja. Hal ini menyebabkan orang sulit memahami diri remaja dan remaja sendiri sering tidak mengerti dirinya. Suasana hati yang demikian membuat remaja merasa dalam jurang atau menghadapi jalan buntu. Uluran tangan orang lain sangat di butuhkan supaya remaja tidak jauh lebih dalam untuk melakukan perbuatan yang nekat atau perbuatan yang merusak diri sendiri. Agar dapat mengatasi ganguan jiwa yang menggerogoti jiwa para remaja, Agama hadir sebagai solusi yang tepat. Agama tak dapat di pisahkan dari kehidupan manusia. Fitrah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Hubungan antara Kejiwaan dengan Agama dalam kaitannya hubungan antara keyakinan dan kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri pada kekuaan Yang Maha Esa sehingga akan dapat memunculkan perasaan positif pada kesehatan mental.[2]
Hubungan manusia dan Agama merupakan hubungan yang bersifat kodrati. Agam itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terwujud dalam bentuk ketundukan , kerinduan, ibadah serta sifat-sifat luhur. Manakala dalam menjalankan kehidupannya, manusia menyimpang dari nilai-nilai fitrahnya, maka secara psikologis ia akan merasa adanya semacam “hukuman moral”. Lalu spontan akan muncul rasa bersalah atau berdosa.
Kondisi mental, memang sangat menentukan dalam hidup ini. Hanya orang yang sehat mentalnya sajalah yang dapat merasa bahagia, mampu, berguna dan sanggup menghadapi kesukaran-kesukaran atau rintangan-rintangan dalam hidup. Apabila kesehatan mental terganggu, akan tampaklah gejalanya dalam segala aspek kehidupan, misalnya perasaan, pikiran, kelakuan dan kesehatan.[3]
Jika ilmu jiwa banyak berbicara tentang perasaan dan ketentraman jiwa, maka Agama memberikan berbagai pedoman dan petunjuk agar ketentraman jiwa tercapai, dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat tentang itu, misalnya surat Ar-Ra’du:38-39.
Kesukaran atau problem itu tidak tetap atau kekal. Seperti firman Allah dalam surat Al-Asr:5-8.
Kegagalan, kekecewaan dan kesulitan apapun akan dapat dihadapinya dengan tenang, sehingga tidak membawanya kepada gejala-gejala mental yang tidak sehat.
Agama memberikan penyelesaiaan terhadap kesukaran-kesukaran dan memberikan pedoman dan bimbingan hidup di segala bidang, baik terhadap orang kecil, buruh atau pekerja keras, maupun bagi orang-orang besar, pemimpin, bahkan bagi kehidupan keluarga, bertetangga dan sebagai pengendali moral tiap diri pribadi.[4]
Penting masalah ini untuk di teliti karena, Maraknya remaja yang berlaku menyimpang saat ini menunjukkan betapa jiwanya sedang tergoncang, tak terarah, tak seimbang yang dapat memunculkan individu-individu bermasalah, gelisah, menumbuhkan gangguan-gangguan kejiwaan yang  bahkan sampai pada tingkat keinginan untuk bunuh diri. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukanlah suatu bimbingan dan konseling pada remaja untuk melindungi mereka dari kemungkinan terjadi hal negatif dan membantu mereka menumbuhkan hal positif dalam diri agar menjadi generasi penerus bangsa yang unggul.

    II.            RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang ingin penulis angkat adalah :
1.      Faktor-faktor apa sajakah yang mengganggu kesehatan mental Remaja desa. Walangsanga, kec. Moga, kab. Pemalang?
2.      Bagaimana peran agama dalam pembentukan kesehatan mental pada Remaja desa. Walangsanga, kec. Moga, kab. Pemalang?
3.      Bagaimana proses bimbingan dan konseling dalam pembentukan kesehatan mental yang sesuai bagi remaja desa. Walangsanga, kec. Moga, kab. Pemalang?

 III.            TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah merupakan usaha dalam memecahkan masalah yang disebutkan dalam perumusan masalah. Untuk itu, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan mental
2.    Untuk mengetahui apakah agama juga berperan dalam pembentukan kesehatan mental khususnya pada remaja
3.    Untuk mengetahui proses pembentukan kesehatan mental yang cocok dan sesuai bagi remaja desa. Walangsanga, kec. Moga, kab. Pemalang

 IV.            SIGNIFIKANSI PENELITIAN
1.      Agar kita dapat mengantisipasi agar tidak terjangkiti penyakit rohani (mental) dan agar kita dapat mengatasi penyakit rohani yang menjangkiti para remaja.
2.      Agar kita dapat mengetahui sejauh mana agama berperan dalam pembentukan kesehatan mental
3.      Agar dalam melakukan bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan baik dan mendapat hasil yang terbaik


    V.            TINJAUAN PUSTAKA
Agama merupakan objek yang masi sangat umum , dimana pengertian agama itu berbeda-beda pada setiap orang. Agama-agam yang telah di anut diyakini memberikan pengaruh  terhadap kehidupan orang yang menganutnya, terlebih pada kesehatan mental seseorang.
Penelitian ini bukanlah awal sebuah penelitian, melainkan sebuah lanjutan dari beberapa ilmuan yang telah lebih dahulu meneliti tentang pengaruh agama terhadap kesehatan mental diantaranya:
Menuru Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” mengatakan bahwa hubungan antar kejiwaan dan Agama dalam kaitannya dengan hubungan antara sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah tersebut  akan memberikan sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa di cintai atau rasa aman.
Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Psikologi Agama Sebuah Pengantar”. Dalam buku ini lebih berpatokan pada pandangan koening dimana di sebutkan bahwa, secara umum, kesalehan dan seringnya mengikuti kegiatan agama, baik  sendirian ataupun bersama, berhubungan dengan kesehatan mental yang lebih baik, dan dilihat dari sebuah surfai dimana sejumlah penduduk Amerika (sekitar 20-40%) mengatakan bahwa agama ialah salah satu dari faktor penting yang membantu mereka mengatasi situasi hidup yang penuh stres.
Menurut Hamdani Bakran Adz-dzaky dalam bukunya “Konseling dan Psikoterapi Islam” menyebutkan bahwa orang-orang yang picik wawasan keislaman dan orang-orang yang telah terjebak dalam ruang lingkup fanatisme sektarian akan mudah stres dan depresibahkan frustasi ketika menghadapi berbagai musibah dan ujian dalam mengarungi perjalanan dari kehidupan duniawi menuju kepada kehidupan ukhrawi, dalam hal ini lebih berpatokan pada Al-Qur’an.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian pertama lebih kepada memandang sikap pasrah seseorang pada Tuhannya yang dapat menumbuhkan sikap optimis, dalam hal ini seorang peneliti meneliti masih dalam lingkup yang luas (umum). Pada penelitian kedua, lebih merujuk pada pandangan dari Koening yang di dalamnya hanya terfokus pada orang-orang beragama kristiani. Pada penelitian ketiga lebih khusus kepada Islam dan merujuk pada Al-Qur’an. Sedangkan penelitian ini tak lagi membahas hal yang umum, lebih tepatnya hanya menelaah gejala yang terdapat dalam masyarakat khususnya para remaja dalam ruang lingkup kecamatan dan dilihat dari sisi Agama Islam saja dan hanya dilihat dari perspektif Bimbingan dan Konseling Islam.

 VI.            KERANGKA TEORITIK
A.  Agama
Seorang sosiolog agama bernama Elizabeth K. Nottingham berpendapat bahwa agama bukan sesuatu yang dapat difahami melalui definisi, melainkan melalui deskripsi (penggambaran).
Saeorang lelaki menemui Rasulullah Saw, dan bertanya “Ya Rasulullah, apakah Agama itu?” Rasulullah Saw. Bersabda, “Akhlak yang baik” kemudian, ia mendatangi Nabi Saw dari sebelah kanannya dan bertanya, “Ya Rasulullah apakah Agama itu?” Dia bersabda, “Akhlak yang baik”. Kemudian, ia mendatangi Nabi saw dari sebelah kirinya, “Apakah Agama itu?” Dia bersabda, “Akhlak yang baik”. Kemudian, ia mendatangi Nabi dari belakang dan bertanya, “Apakah Agama itu?” Rasulullah saw menoleh kepadanya dan bersabda. “Belum jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik. Sebagai misal janganlah engkau marah” (Al-Targhib Wa Al-Taghrib. 3:405)
Menurut Mukti Ali, mantan Menteri Agama Indonesia, menulis “Agama adalah percaya akan adanya Tuhan yang Esa dan hukum-hukum yang di wahyukan kepada kepercayaan utusan-utusan-Nya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat” (Muchtar, 2001:10)
B.  Bimbingan Islam
Bimbingan adalah pertolongan yang di berikan oleh seorang yang telah di persiapkan (dengan pengetahuan-pengetahuan, pemahaman, ketrampilan-ketrampilan tertentu yang di perlukan dalam menolong) kepada orang lain yang memerlukan pertolongan[5] dengan menggunakan nilai-nilai Islam sebagai pedoman.
Bimbingan islam merupakan proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat (Musnamar, 1992:5)
C.  Konseling Islam
Konseling adalah suatu aktifitas pemberian nasehat dengan atau berupa anjuran-ajuran dan saran-saran dalam bentuk pembicaraan yang komunikatif antara konselor dan klien, yang mana konseling datang dari pihak klien yang di sebabkan karena ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan sehingga ia memohon pertolongan kepada konselor agar dapat memberikan bimbingan dengan metode-metode psikologis sebagai berikut:
1.    Mengembangkan kualitas kepribadian yang tangguh
2.    Mengembangkan kualitas kesehatan mental
3.    Mengembangkan prilaku-prilaku yang lebih evektif pada diri individu dan lingkungannya
4.    Menanggulangi problem hidup dan kehidupan secara mandiri.[6]
Konseling Islam merupakan proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Bastaman, 1995:5)
D.  Remaja
Setelah seorang anak melalui  (umur 12 tahun) berpindah ia dari masa kanak-kanak yang terkenal tenang, memasuku masa goncang, karena pertumbuhan cepat di segala bidang. Tidak mustahil adanya kesan remaja bahwa kelompoknya adalah kelompok yang bertanggungjawab terhadap bangsa dalam masa depan.
Para ahli mengatakan bahwa usia remaja adalah usia 13-19 tahun, sementara yang lain berpendapat masa remaja dimulai usia 13-21 tahun.
Kelompok orang tua memandang remaja sebagaio generasi yang sulit di atur, mau menang sendiri, senang memberontak, memiliki sopan sntun yang buruk, tidak memiliki pendirian yang tetap. Sedangkan pandangan masyarakat umum terdapat tiga pandangan, yaitu: negatif, positif, tidak perduli samasekali.
Remaja merupakan Masa peralihan dari ketergantungan perlindungan orang dewasa pada ketergantungan terhadap diri sendiri dan penentuan diri sendiri. [7]
E.   Kesehatan Mental
Kesehatan mental adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani (M. Buchari, 1982:13)
Kesehatan mental mental adalah suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram.[8]
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dalam rukhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tentram.
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensinya dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara yang membawa kepada kebahagiaan dirinya dan orang lain. Disamping itu ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas terhindar dari kegelisahan-kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.

VII.          METODOLOGI PENELITIAN
Pada penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode lapangan yaitu penelitian yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang ada. Adapun metode yang penulis gunakan sebagai berikut:
1.    Jenis penelitian
Penulusan ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (Library research), populasi, sampel. Populasi merupakan semua individu untuk setiap kenyataan –kenyataan diperoleh dari sampel itu hendak di generalisasikan. Dalam hal ini populasinya adalah semua Remaja yang ada di Desa Walangsanga, Kec.Moga, Kab.Pemalang.



2.    Sumber data
·            Kepustakaan
Usaha memperoleh data ini dengan melalui literetur-literatur yang berkaitan dengan pembahasan ini.
·            Lapangan: keberadaan remaja
Data di peroleh dari lapangan penelitian yaitu meliputi keberadaan Remaja di desa. Walangsangan, kec. Moga, kab. Pemalang.
3.    Tekhnik pengumpulan data
Dalam pengumpulan itu di butuhkan beberapa dari pengumpulan data, seperti:
·      Observasi
Tekhnik ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui pengamatan secara langsung atau tidak langsung terhadap obyek yang sedang di teliti, sebagai berikut:
Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perilaku manusia seperti yang terjadi dalam kenyataan. Dengan observasi kita peroleh gambaran kehidupan sosial yang sukar di peroleh dengan metode lain.[9]
·      Wawancara
Adalah sebuah percakapan antara dua orang atau lebih yang pertanyaannya di ajukan oleh peneliti kepada subjek, baik dalam suasana formal maupun santai.[10]Cara ini paling efektif untuk memperoleh data secara lisan, karena lebih praktis dapat berkomunikasi langsung dengan subyek yang telah di tentukan.
·      Angket
Seperangkat penyataan / pertanyaan tertulis dalam lembar kertas atau sejenisnya dan di sampaikan kepada responden penelitian untuk diisi olehnya tanpa intervensi dari penelti atau pihak lain.[11]
Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang menimbulkan gangguan mental dan untuk mengetahui tanggapan masyarakat tentang keadaan mental remaja setempat.

4.    Tekhnik analisis data
Dalam analisis data di sini, agar memperoleh data yang akurat, pasti dan optimal, maka data yang di kumpulkan mula-mula di susun secara sistematis, di jelaskan kemudian di analisis kualitatif dengan pola pikir
·      Metode Deduktif
Yaitu metode yang berdasarkan pada suatu pola pemikiran secara umum untuk kemudian di simpulkan dalam pengertian yang khusus.
·      Metode Induktif
Yaitu proses pemikiran yang berangkat dari peristiwa yang bersifat khusus dan peristiwa yang bersifat kongkrit itu di generalisasikan yang bersifat umum.







DAFTAR PUSTAKA

Adz-Dzaky, Hamdani Bakran, Konseling dan Psikoterapi Islam, Jogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2006
Danim, Sudarwan,Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia,2002
Daradjat, Zakiah, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, Jakarta: N.V.Bulan Bintang, 1982
Dr. jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1998
Semiun, Yustinus, Kesehatan Mental 1, Yogyakarta: Kanisius, 2006
S. Nasution. MA, Metode Research, Bandung: PT. Jemars, 1981








[1] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, jogyakarta: Fajar Pustaka Baru, hal.301
[2] Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.1998.hlm.142
[3] Darajat, Zakiah. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta: N.V. bulan Bintang.1982.hlm.91
[4] Ibid.Darajat, Zakiah.hlm.93
[5] Kartono, Kartini. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya teknik bimbingan praktis. Jakarta: CV. Rajawali.1985.hlm.9
[6] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, jogyakarta: Fajar Pustaka Baru, hal.180
[7] Yustinus Semiun, OFM, Kesehatan Mental 1, yogyakarta: Kanisius, hal.299
[8] Opcit. Jalaluddin.hlm.146
[9] S. Nasution. MA, Metode Research, Bandung: PT. Jemars, 1981.hlm.144
[10] Danim, Sudarwan. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: CV.Pustaka Setia.2002.hlm.130
[11] Ibid. Danim, Sudarwan.hlm.138

Tidak ada komentar:

Posting Komentar