PERANAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBENTUKAN KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA
DILIHAT DARI PERSPEKTIF BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
I.
LATARBELAKANG
PERMASALAHAN
Masa remaja adalah masa untuk menguji kemampuan individu dalam
melaksanakan perannya sebagai laki-laki atau sebagai perempuan dan untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilannya dalam peran yang cocok.[1]
Sebagian kapasitas itu terletak dalam perubahan-perubahan fisik yaitu berupa;
peningkatan aktivitas hormon yang merubah bentuk tubuh dan mendorong tumbuhnya
rambut, menstruasi (bagi perempuan). Namun bagian yang lebih besar perubahannya
adalah terletak pada penyesuaian diri secara psikologis yang di capai,
diantaranya berupa Emosi yang tidak stabil yang dapat memicu tumbuhnya ganguan
mental.
Ketidak seimbangan dalam diri remaja dapat memicu hal-hal yang
negatif yang kemungkinan akan di lakukan para remaja. Hal ini menyebabkan orang
sulit memahami diri remaja dan remaja sendiri sering tidak mengerti dirinya.
Suasana hati yang demikian membuat remaja merasa dalam jurang atau menghadapi
jalan buntu. Uluran tangan orang lain sangat di butuhkan supaya remaja tidak
jauh lebih dalam untuk melakukan perbuatan yang nekat atau perbuatan yang
merusak diri sendiri. Agar dapat mengatasi ganguan jiwa yang menggerogoti jiwa
para remaja, Agama hadir sebagai solusi yang tepat. Agama tak dapat di pisahkan
dari kehidupan manusia. Fitrah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama,
yaitu agama tauhid. Hubungan antara Kejiwaan dengan Agama dalam kaitannya
hubungan antara keyakinan dan kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan
diri pada kekuaan Yang Maha Esa sehingga akan dapat memunculkan perasaan
positif pada kesehatan mental.[2]
Hubungan manusia dan Agama merupakan hubungan yang bersifat
kodrati. Agam itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terwujud
dalam bentuk ketundukan , kerinduan, ibadah serta sifat-sifat luhur. Manakala
dalam menjalankan kehidupannya, manusia menyimpang dari nilai-nilai fitrahnya,
maka secara psikologis ia akan merasa adanya semacam “hukuman moral”. Lalu
spontan akan muncul rasa bersalah atau berdosa.
Kondisi mental, memang sangat menentukan
dalam hidup ini. Hanya orang yang sehat mentalnya sajalah yang dapat merasa
bahagia, mampu, berguna dan sanggup menghadapi kesukaran-kesukaran atau
rintangan-rintangan dalam hidup. Apabila kesehatan mental terganggu, akan
tampaklah gejalanya dalam segala aspek kehidupan, misalnya perasaan, pikiran,
kelakuan dan kesehatan.[3]
Jika ilmu jiwa banyak berbicara tentang
perasaan dan ketentraman jiwa, maka Agama memberikan berbagai pedoman dan
petunjuk agar ketentraman jiwa tercapai, dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat
tentang itu, misalnya surat Ar-Ra’du:38-39.
Kesukaran atau problem itu tidak tetap atau
kekal. Seperti firman Allah dalam surat Al-Asr:5-8.
Kegagalan, kekecewaan dan kesulitan apapun
akan dapat dihadapinya dengan tenang, sehingga tidak membawanya kepada
gejala-gejala mental yang tidak sehat.
Agama memberikan penyelesaiaan terhadap
kesukaran-kesukaran dan memberikan pedoman dan bimbingan hidup di segala
bidang, baik terhadap orang kecil, buruh atau pekerja keras, maupun bagi
orang-orang besar, pemimpin, bahkan bagi kehidupan keluarga, bertetangga dan
sebagai pengendali moral tiap diri pribadi.[4]
Penting masalah ini untuk di teliti karena, Maraknya remaja yang
berlaku menyimpang saat ini menunjukkan betapa jiwanya sedang tergoncang, tak
terarah, tak seimbang yang dapat memunculkan individu-individu bermasalah,
gelisah, menumbuhkan gangguan-gangguan kejiwaan yang bahkan sampai pada tingkat keinginan untuk
bunuh diri. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukanlah suatu bimbingan dan
konseling pada remaja untuk melindungi mereka dari kemungkinan terjadi hal
negatif dan membantu mereka menumbuhkan hal positif dalam diri agar menjadi
generasi penerus bangsa yang unggul.
II.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang ingin
penulis angkat adalah :
1.
Faktor-faktor
apa sajakah yang mengganggu kesehatan mental Remaja desa. Walangsanga, kec.
Moga, kab. Pemalang?
2.
Bagaimana
peran agama dalam pembentukan kesehatan mental pada Remaja desa. Walangsanga,
kec. Moga, kab. Pemalang?
3.
Bagaimana
proses bimbingan dan konseling dalam pembentukan kesehatan mental yang sesuai
bagi remaja desa. Walangsanga, kec. Moga, kab. Pemalang?
III.
TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan
penelitian adalah merupakan usaha dalam memecahkan masalah yang disebutkan
dalam perumusan masalah. Untuk itu, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan mental
2.
Untuk
mengetahui apakah agama juga berperan dalam pembentukan kesehatan mental
khususnya pada remaja
3.
Untuk
mengetahui proses pembentukan kesehatan mental yang cocok dan sesuai bagi
remaja desa. Walangsanga, kec. Moga, kab. Pemalang
IV.
SIGNIFIKANSI
PENELITIAN
1.
Agar
kita dapat mengantisipasi agar tidak terjangkiti penyakit rohani (mental) dan
agar kita dapat mengatasi penyakit rohani yang menjangkiti para remaja.
2.
Agar
kita dapat mengetahui sejauh mana agama berperan dalam pembentukan kesehatan
mental
3.
Agar
dalam melakukan bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan baik dan mendapat
hasil yang terbaik
V.
TINJAUAN
PUSTAKA
Agama merupakan objek yang masi sangat umum , dimana pengertian
agama itu berbeda-beda pada setiap orang. Agama-agam yang telah di anut
diyakini memberikan pengaruh terhadap
kehidupan orang yang menganutnya, terlebih pada kesehatan mental seseorang.
Penelitian ini bukanlah awal sebuah penelitian, melainkan sebuah
lanjutan dari beberapa ilmuan yang telah lebih dahulu meneliti tentang pengaruh
agama terhadap kesehatan mental diantaranya:
Menuru Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama”
mengatakan bahwa hubungan antar kejiwaan dan Agama dalam kaitannya dengan
hubungan antara sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap
penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap
pasrah tersebut akan memberikan sikap
optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa
bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa di cintai atau rasa aman.
Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Psikologi Agama Sebuah
Pengantar”. Dalam buku ini lebih berpatokan pada pandangan koening dimana di
sebutkan bahwa, secara umum, kesalehan dan seringnya mengikuti kegiatan agama,
baik sendirian ataupun bersama,
berhubungan dengan kesehatan mental yang lebih baik, dan dilihat dari sebuah
surfai dimana sejumlah penduduk Amerika (sekitar 20-40%) mengatakan bahwa agama
ialah salah satu dari faktor penting yang membantu mereka mengatasi situasi
hidup yang penuh stres.
Menurut Hamdani Bakran Adz-dzaky dalam bukunya “Konseling dan
Psikoterapi Islam” menyebutkan bahwa orang-orang yang picik wawasan keislaman
dan orang-orang yang telah terjebak dalam ruang lingkup fanatisme sektarian
akan mudah stres dan depresibahkan frustasi ketika menghadapi berbagai musibah
dan ujian dalam mengarungi perjalanan dari kehidupan duniawi menuju kepada
kehidupan ukhrawi, dalam hal ini lebih berpatokan pada Al-Qur’an.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
yaitu pada penelitian pertama lebih kepada memandang sikap pasrah seseorang
pada Tuhannya yang dapat menumbuhkan sikap optimis, dalam hal ini seorang
peneliti meneliti masih dalam lingkup yang luas (umum). Pada penelitian kedua,
lebih merujuk pada pandangan dari Koening yang di dalamnya hanya terfokus pada
orang-orang beragama kristiani. Pada penelitian ketiga lebih khusus kepada
Islam dan merujuk pada Al-Qur’an. Sedangkan penelitian ini tak lagi membahas
hal yang umum, lebih tepatnya hanya menelaah gejala yang terdapat dalam
masyarakat khususnya para remaja dalam ruang lingkup kecamatan dan dilihat dari
sisi Agama Islam saja dan hanya dilihat dari perspektif Bimbingan dan Konseling
Islam.
VI.
KERANGKA
TEORITIK
A.
Agama
Seorang sosiolog agama bernama Elizabeth K. Nottingham berpendapat
bahwa agama bukan sesuatu yang dapat difahami melalui definisi, melainkan
melalui deskripsi (penggambaran).
Saeorang lelaki menemui Rasulullah Saw, dan bertanya “Ya
Rasulullah, apakah Agama itu?” Rasulullah Saw. Bersabda, “Akhlak yang baik”
kemudian, ia mendatangi Nabi Saw dari sebelah kanannya dan bertanya, “Ya
Rasulullah apakah Agama itu?” Dia bersabda, “Akhlak yang baik”. Kemudian, ia
mendatangi Nabi saw dari sebelah kirinya, “Apakah Agama itu?” Dia bersabda,
“Akhlak yang baik”. Kemudian, ia mendatangi Nabi dari belakang dan bertanya,
“Apakah Agama itu?” Rasulullah saw menoleh kepadanya dan bersabda. “Belum
jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik. Sebagai misal janganlah
engkau marah” (Al-Targhib Wa Al-Taghrib. 3:405)
Menurut Mukti Ali, mantan Menteri Agama Indonesia, menulis “Agama
adalah percaya akan adanya Tuhan yang Esa dan hukum-hukum yang di wahyukan
kepada kepercayaan utusan-utusan-Nya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia
dan akhirat” (Muchtar, 2001:10)
B.
Bimbingan
Islam
Bimbingan adalah pertolongan yang di
berikan oleh seorang yang telah di persiapkan (dengan pengetahuan-pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan-ketrampilan tertentu yang di perlukan dalam menolong)
kepada orang lain yang memerlukan pertolongan[5]
dengan menggunakan nilai-nilai Islam sebagai pedoman.
Bimbingan islam merupakan proses pemberian bantuan terhadap
individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat (Musnamar, 1992:5)
C.
Konseling
Islam
Konseling adalah suatu aktifitas pemberian nasehat dengan atau
berupa anjuran-ajuran dan saran-saran dalam bentuk pembicaraan yang komunikatif
antara konselor dan klien, yang mana konseling datang dari pihak klien yang di
sebabkan karena ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan sehingga ia memohon
pertolongan kepada konselor agar dapat memberikan bimbingan dengan
metode-metode psikologis sebagai berikut:
1.
Mengembangkan
kualitas kepribadian yang tangguh
2.
Mengembangkan
kualitas kesehatan mental
3.
Mengembangkan
prilaku-prilaku yang lebih evektif pada diri individu dan lingkungannya
4.
Menanggulangi
problem hidup dan kehidupan secara mandiri.[6]
Konseling Islam merupakan proses pemberian bantuan terhadap
individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang
seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Bastaman, 1995:5)
D.
Remaja
Setelah seorang anak melalui
(umur 12 tahun) berpindah ia dari masa kanak-kanak yang terkenal tenang,
memasuku masa goncang, karena pertumbuhan cepat di segala bidang. Tidak
mustahil adanya kesan remaja bahwa kelompoknya adalah kelompok yang
bertanggungjawab terhadap bangsa dalam masa depan.
Para ahli mengatakan bahwa usia remaja adalah usia 13-19 tahun,
sementara yang lain berpendapat masa remaja dimulai usia 13-21 tahun.
Kelompok orang tua memandang remaja sebagaio generasi yang sulit di
atur, mau menang sendiri, senang memberontak, memiliki sopan sntun yang buruk,
tidak memiliki pendirian yang tetap. Sedangkan pandangan masyarakat umum
terdapat tiga pandangan, yaitu: negatif, positif, tidak perduli samasekali.
Remaja merupakan Masa peralihan dari ketergantungan perlindungan
orang dewasa pada ketergantungan terhadap diri sendiri dan penentuan diri sendiri.
[7]
E.
Kesehatan
Mental
Kesehatan mental adalah ilmu yang meliputi sistem tentang
prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi
kesehatan ruhani (M. Buchari, 1982:13)
Kesehatan mental mental adalah suatu
kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram.[8]
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dalam rukhani atau
dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tentram.
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu merasakan
kebahagiaan dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa
dirinya berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensinya dan bakatnya
semaksimal mungkin dengan cara yang membawa kepada kebahagiaan dirinya dan
orang lain. Disamping itu ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas
terhindar dari kegelisahan-kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap
terpelihara moralnya.
VII.
METODOLOGI
PENELITIAN
Pada penelitian
ini penulis menggunakan beberapa metode lapangan yaitu penelitian yang
berkaitan dengan pokok permasalahan yang ada. Adapun metode yang penulis gunakan
sebagai berikut:
1.
Jenis
penelitian
Penulusan ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (Library
research), populasi, sampel. Populasi merupakan semua individu untuk
setiap kenyataan –kenyataan diperoleh dari sampel itu hendak di
generalisasikan. Dalam hal ini populasinya adalah semua Remaja yang ada di Desa
Walangsanga, Kec.Moga, Kab.Pemalang.
2.
Sumber
data
·
Kepustakaan
Usaha memperoleh data ini dengan melalui literetur-literatur yang
berkaitan dengan pembahasan ini.
·
Lapangan:
keberadaan remaja
Data di peroleh dari lapangan penelitian yaitu meliputi keberadaan
Remaja di desa. Walangsangan, kec. Moga, kab. Pemalang.
3.
Tekhnik
pengumpulan data
Dalam
pengumpulan itu di butuhkan beberapa dari pengumpulan data, seperti:
· Observasi
Tekhnik ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui pengamatan
secara langsung atau tidak langsung terhadap obyek yang sedang di teliti,
sebagai berikut:
Observasi dilakukan
untuk memperoleh informasi tentang perilaku manusia seperti yang terjadi dalam
kenyataan. Dengan observasi kita
peroleh gambaran kehidupan sosial yang sukar di peroleh dengan metode lain.[9]
· Wawancara
Adalah sebuah percakapan antara dua orang atau lebih yang pertanyaannya di
ajukan oleh peneliti kepada subjek, baik dalam suasana formal maupun santai.[10]Cara ini paling efektif untuk memperoleh data secara lisan, karena
lebih praktis dapat berkomunikasi langsung dengan subyek yang telah di
tentukan.
· Angket
Seperangkat penyataan / pertanyaan tertulis
dalam lembar kertas atau sejenisnya dan di sampaikan kepada responden
penelitian untuk diisi olehnya tanpa intervensi dari penelti atau pihak lain.[11]
Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui tentang faktor-faktor
yang menimbulkan gangguan mental dan untuk mengetahui tanggapan masyarakat
tentang keadaan mental remaja setempat.
4.
Tekhnik
analisis data
Dalam analisis data di sini, agar memperoleh data yang akurat, pasti
dan optimal, maka data yang di kumpulkan mula-mula di susun secara sistematis,
di jelaskan kemudian di analisis kualitatif dengan pola pikir
· Metode Deduktif
Yaitu metode yang berdasarkan pada suatu pola pemikiran secara umum
untuk kemudian di simpulkan dalam pengertian yang khusus.
· Metode Induktif
Yaitu proses pemikiran yang berangkat dari peristiwa yang bersifat
khusus dan peristiwa yang bersifat kongkrit itu di generalisasikan yang
bersifat umum.
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky,
Hamdani Bakran, Konseling dan Psikoterapi Islam, Jogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2006
Danim, Sudarwan,Menjadi
Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia,2002
Daradjat,
Zakiah, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, Jakarta: N.V.Bulan Bintang,
1982
Dr. jalaluddin, Psikologi
Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1998
Semiun, Yustinus, Kesehatan Mental 1, Yogyakarta: Kanisius,
2006
S. Nasution. MA,
Metode Research, Bandung: PT. Jemars, 1981
[1] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, jogyakarta:
Fajar Pustaka Baru, hal.301
[3] Darajat, Zakiah. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta:
N.V. bulan Bintang.1982.hlm.91
[5] Kartono, Kartini. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya
teknik bimbingan praktis. Jakarta: CV. Rajawali.1985.hlm.9
[6] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, jogyakarta:
Fajar Pustaka Baru, hal.180
[7] Yustinus Semiun, OFM, Kesehatan Mental 1, yogyakarta: Kanisius,
hal.299
[9] S. Nasution. MA, Metode Research, Bandung: PT. Jemars,
1981.hlm.144